Diberhentikan dari Keanggotaan di DPD, Ini Pembelaan GKR Hemas
Penulis: Muslikhin Effendy
Mendengar kabar tersebut, GKR Hemas pun melakukan pembelaan. "Mencermati keputusan BK DPD RI yang telah memberhentikan sementara saya sejak dibacakan pada tgl 20 Desember 2018 di Jakarta saya akan memberikan beberapa keterangan," ujarnya, Jumat (21/12/2018).
Ketidakhadiran dalam sidang dan rapat rapat di DPD RI belakangan ini kata dia, bukan tanpa alasan. Karena sejak Oesman Sapta Odang (OSO) dan kawan-kawan mengambil alih kepemimpinan DPD RI dianggap tidak sah dan ilegal.
"Pengambilan alih pimpinan DPD secara ilegal, maka saya dan beberapa teman tidak mengakui kepemimpinannya. Jadi kalau saya hadir dalam sidang yang dipimpin OSO DKK, berarti secara langsung kami mengakui kepemimpinannya," tandasnya.
Karena kata dia, berdasarkan putusan MA di tingkat kasasi, MA tidak pernah menyatakan benar dan sah pengambilalihan tersebut. "Dalam hal ini yang saya tolak bukan orangnya tetapi caranya yang menabrak hukum. Hukum harus tegak di negeri ini dan tidak boleh ada warga yang kebal hukum apalagi berada di atas hukum. Kalau saya menutup mata akan hal ini, terus buat apa saya jadi anggota DPD RI," tukasnya.
Menurutnya, DPD adalah lembaga politik, maka harus diakui segala keputusannya pasti politik. "Saya menolak kompromi politik, di atas DPD, negara ini adalah negara hukum, maka saya memilih kanalisasi hukum demi tegaknya marwah DPD, bukan kepentingan pribadi semata," paparnya.
Keputusan BK memberhentikan sementara dirinya, menurut Hemas tanpa dasar hukum bahkan mengesampingkan ketentuan Pasal 313 UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3.
Dimana UU No 17 tahun 2014 isinya adalah: Anggota DPD RI diberhentikan sementara karena: pasal (a) Menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 ( lima) tahun, atau pasal (b) menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus.
"Sanksi yang dijatuhkan BK juga telah mengesampingkan Tata Tertib DPD RI, anggota diberhentikan sementara kalau yang bersangkutan melanggar pidana dan menjadi terdakwa," paparnya.
Logika point kedua di atas kata dia, dianut oleh BK yang juga tidak dapat memproses laporan Sdr. Afnan Hadikusumo terhadap Sdr. Benny Ramdhani karena tengah diproses di Kepolisian.
"Menurut saya, BK diskriminatif karena tidak memproses laporan dua mantan anggota DPD RI Muspani dan Bambang Soeroso terhadap Sdr. Nono Sampono bulan Oktober lalu ke BK terkait keputusan sikap politik DPD RI yang ingin meninjau ulang keputusan Mahkamah Konstitusi yang melarang pengurus parpol utk maju DPD RI," paparnya.
Surat yang dibuat Nono Sampono dengan Kop Surat DPD RI itu kata dia, diputuskan tidak melalui mekanisme dan prosedur yang diatur dan diputuskan dalam sidang paripurna DPD RI sebagaimana diatur di Tatib.
"Semua tahulah, laporan keduanya dianggap sepi. Semoga semua pihak dapat memahami apa yang saya perjuangkan selama ini. Hukum harus ditegakkan di negeri ini," pungkas Gusti Kanjeng Ratu Hemas. ***
Kategori | : | GoNews Group, Peristiwa, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta |