Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
Olahraga
8 jam yang lalu
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
2
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
Olahraga
8 jam yang lalu
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
3
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
Pemerintahan
4 jam yang lalu
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
4
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
Olahraga
4 jam yang lalu
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
5
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
Olahraga
2 jam yang lalu
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
6
Megawati Ungkap Rahasia Kuat Bertahan dan Meraih Sukses di Red Sparks
Olahraga
2 jam yang lalu
Megawati Ungkap Rahasia Kuat Bertahan dan Meraih Sukses di Red Sparks
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Pro Nelayan, Fraksi Hanura Gelar Diskusi Evaluasi Kebijakan Menteri Susi

Pro Nelayan, Fraksi Hanura Gelar Diskusi Evaluasi Kebijakan Menteri Susi
Pertemuan Fraksi Hanura dengan Kementerian Kelautan. (GoNews.co)
Selasa, 05 Maret 2019 22:55 WIB
Penulis: Muhammad Dzulfiqar
JAKARTA - Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema 'Menimbang Ulang Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tentang Moratorium SIPI dan SIUP' di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa (05/03/2019).

Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS (Guru Besar Manajemen Pembangunan Pesisir dan Lautan IPB) yang hadir menjadi pembicara mengungkapkan, beberapa permahasalan yang dihadapi seperti dunia perikanan tangkap diantaranya; sekitar 48% nelayan masih miskin berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS tahun 2018).

Selain itu, sebagian besar usaha perikanan tangkap masih dilakukan secara tradisional. Kontribusi sektor KP terhadap PDB pun masih sangat rendah. Umumnya, nelayan hanya bisa melaut sekitar 8 bulan dalam setahun.

Belum lagi soal perizinan perikanan (SIPI, SIUP, dan PHP) yang dinilai semakin susah, lama dan mahal. Mayoritas nelayan pun, tercatat belum melakukan Best Handling Practies dan Cold Chain Syestem sehingga kwalitas ikan menurun.

"Sesuai data Direktorat Perizinan dan kenelayanan KKP tahun 2019, SIUP berjumlah 4.478, SIPI 4.262, dan SIKPI hanya 298. Faktanya juga proses pembuatan atau perpanjangan izin kapal perikanan bisa memakan waktu lebih dari 3 bulan bahkan sampai tahunan," kata Rokhmin dalam pemaparan materinya yang berjudul, "Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap untuk Peningkatan Kesejahteraan Nelayan, Daya Saing Saing, dan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif secara Berkelanjutan" itu.

Materi Rochmin itu juga menguraikan sejumlah permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia diantaranya, pengangguran dan kemiskinan, ketimpangan sesok terburuk keempat di dunia, diparitas pembangunan antar wilayah, gizi buruk dan stunting growth, daya saing dan IPM rendah, kerusakan lingkungan dan SDA.

Sementara itu, Sekjen Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Iin Rohimin menjelaskan, sampai saat ini perizinan di sektor Kelautan dan Perikanan masih menyisahkan banyak masalah. Menurutnya, salah satu indikator untuk melihat kerja nyata KKP selama ini adalah masalah perizinan sebab dapat dilihat secara kasat mata.

"Menteri Susi dan jajarannya menjawab persoalan tersebut sedemikian luar biasa, dengan mengeluarkan data dan berbagai akrobat politik, namun faktanya hingga hari ini perizinan di sektor kelautan dan perikanan masih menyisahkan banyak masalah," jelas Iin Rohimin.

Lebih lanjut Iin menjelaskan, masalah perizinan seringkali yang disorot adalah soal perizinan perahu nelayan di atas 30 GT yang menjadi kewenangan KKP, baik dari sisi ruwetnya proses perizinan, lamanya waktu, hingga rendahnya pelayanan KKP dalam menerbitkan surat sakti untuk melaut.

"Padahal untuk perahu yang dibawah 30 GT yang menjadi kewenangan Provinsi dan Kabupaten juga masih menyisahkan sejumlah persoalan antara lain, tumpang tindihnya aturan perundangan-undangan, keterbatasan petugas dan lokasi, pengurusan pra PTSP, dan online singel submission (OSS)," kata Iin.

Untuk itu-sebagai solusi, kata Iin, perlu dilakukan hal-hal antara lain, mendekatkan pelayanan, menambah petugas yang melayani berbagai pengurusan dokumen perizinan, melibatkan nelayan atau masyarakat dengan cara membuat pelatihan dan petugas perizinan, menyederhanakan segala proses pembuatan dokumen untuk pengurusan izin.

"Nelayan (juga mesti, red) diberikan waktu yang cukup hingga enam bulan untuk menyiapkan segala dokumen perizinan namun dalam jangka waktu tersebut nelayan tetap diperbolehkan melaut," katanya.

DPR RI, lanjut Iin, harus melakukan singkronisasi terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih yang saling berbenturan satu sama lain, "Dan harus ada kepastian hukum dalam hal pelarangan alat tangkap nelayan yang merusak lingkungan,".

Turut hadir dalam diskusi tersebut diantaranya, M. Zulficar Mochtar, ST, MSc (Dirjen Perikanan Tangkap KKP Republik Indonesia) dan Dr. Erislan, ST, MM (Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Hanura).

Untuk diketahui, sebelumnya Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan peraturan Menteri KKP RI No.56/PERMEN-KP/2014 soal Kebijakan moratorium SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) dan SIUP (Surat Izin Usaha Penangkapan). Permen tersebut juga diperkuat oleh Perpres No. 44 tahun 2016. Namun kedua kebijakan itu, masih menuai kontroversi di tengah masyarakat, khususnya kalangan nelayan dan akademisi kelautan dan perikanan. ***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:GoNews Group, Peristiwa, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/