Hironimus: Pemekaran Papua harus Dalam Konteks Otonomi Khusus
Penulis: Muhammad Dzulfiqar
"Pemekaran Papua itu harus kita lihat dari konteks Otonomi Khusus. Jangan kita melihat pemekaran di Papua sama dengan yang terjadi di daerah lain," kata Hironimus dalam diskusi bertajuk 'Pemekaran Papua: Sebuah Keniscayaan atau Petaka?' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Sehingga, lanjut Hironimus, "boleh Papua dimekarkan tapi harus ada atau ditunjuklah seorang seperti Gubernur Jenderal, misal pemerintah membentuk sebuah badan yang mengkoordinir semua provinsi yang ada,".
Dalam kerangka otonomi khusus juga, kata Hironimus, Bupati di Papua nanti bisa didorong untuk jadi sebagai tenaga administratif, dimana sebagian kewenangannya dialihkan ke tingkat provinsi.
"Kita lihat contoh DKI Jakarta, dalam konteks DKI Jakarta seorang gubernur punya power cukup untuk mengendalikan pembangunan di wilayah administratif," kata Hironimus.
Mengapa demikian, Ia menjelaskan, keunikan Papua dengan berbagai karakteristik yang berbeda dan eksistensi 250 suku asli Papua, "mungkin untuk mengakomodir semuanya itu akan rumit,".
"Dan yang paling penting adalah bagaimana orang asli Papua menjadi tuan di Papua dan menjadi subyek dari pemekaran itu," tegas Hironimus.
Seperti diketahui, pemekaran Papua/Pembentukan DOB di Papua menjadi wacana yang digulirkan pemerintahan Jokowi di periode keduanya (2019-2024).
Terdapat empat kabupaten di selatan Papua yang membentuk tim pemekaran Provinsi Papua Selatan (PPS) untuk percepatan pembentukan provinsi tersebut.
Empat kabupaten ini yakni, Kabupaten Asmat, Merauke, Mappi, dan Boven Digoel.
Pemekaran wilayah Papua merujuk Pasal 115 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian-di masa awal pemerintahan Jokowi jilid II, rencana pemekaran wilayah Papua didasarkan atas alasan situasional dari analisis bidang intelijen.***
Kategori | : | GoNews Group, Umum, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta, Papua |