Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
15 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
2
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
17 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
3
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
16 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
4
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
15 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
5
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
18 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
6
Mahesa Jenar Terlecut Dukungan Panser Biru
Olahraga
16 jam yang lalu
Mahesa Jenar Terlecut Dukungan Panser Biru
Home  /  Berita  /  DPR RI

Anis Byarwati: Omnibus Law Bukan Solusi Krisis

Anis Byarwati: Omnibus Law Bukan Solusi Krisis
Anggota DPR RI Fraksi PKS, Anis Byarwati. (Istimewa)
Minggu, 23 Agustus 2020 12:37 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi PKS, Anis Byarwati, menyatakan bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja, bukan solusi dari krisis yang disebabkan pandemi Covid-19.

Anis menjelaskan bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang diajukan oleh Pemerintah ini, pada dasarnya adalah untuk meningkatkan investasi dengan cara memberikan kemudahan dalam perizinan.

"Jika Pemerintah ingin meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), maka Pemerintah harus meningkatkan konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor-impor dan belanja pemerintah untuk menyejahterakan rakyat," tegas Anis, kepda GoNews.co, Minggu (23/8/2020).

Dari keempat variabel diatas, kata Dia, kontribusi terbesar adalah konsumsi rumah tangga sebesar 56-60 %. Jika tujuannya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, caranya menurut Anis adalah dengan meningkatkan konsumsi masyarakat. "Harus ada upaya meningkatkan daya beli masyarakat," urainya.

Adapun, cara untuk meningkatkan daya beli masyarakat menurut Anis, tidak cukup hanya dengan memberikan BLT (Bantuan langsung Tunai) dan Bansos saja. "Harus ada aksi penurunan harga-harga kebutuhan pokok," tandasnya.

Kenyataan di lapangan katanya lagi, menunjukkan bahwa harga kebutuhan pokok malah mengalami peningkatan. Ditambah melonjaknya tarif listrik, naiknya harga gas 3 kg serta naiknya iuran BPJS, menjadi beban tersendiri untuk rakyat.

Anis menilai, penyebab rendahnya investasi di Indonesia bukan disebabkan karena masalah perizinan saja, akan tetapi penghambat investasi di Indonesiat adalah masalah korupsi dan ketidakpastian hukum yang melingkupinya sebagaimana yang disampaikan World Economic Forum (WWF).

Riset WEF menunjukkan terdapat 16 faktor yang menjadi penghalang iklim investasi di Indonesia, dan korupsi menjadi kendala utama. Indonesia saat ini berada di urutan ke-85 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) 2019 yang dirilis Transparency International Indonesia (TII).

Anis yang juga anggota Panja Omnibus Law Cipta Kerja di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI juga memaparkan bahwa proses pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini cukup berat dan memakan waktu lama. Draft RUU ini terdiri dari 79 Undang-undang yang akan dirombak dengan 1.244 pasal yang ada didalamnya. RUU ini menyatukan undang-undang diatas menjadi menjadi 15 bab dan 174 pasal yang menyasar 11 klaster.

"DPR RI harus membahas draft RUU setebal 1.028 halaman," tuturnya.

Lebih jauh, Anis berpesan agar fresh graduate terus meningkatkan kompetensi baik dari sisi keilmuan, hard skill dan soft skill. Karena mereka akan menghadapi tantangan yang sangat berat.

"Selain bersaing dengan pencari kerja sesama angkatan, mereka juga harus bersaing dengan 15 juta korban PHK dampak pandemik yang secara porto folio sudah memiliki pengalaman kerja," pungkasnya.***

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/