Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Ramai-ramai Kecam Wasit, Baim Wong hingga Raffi Ahmad Suarakan #AFCCurangLagi
Olahraga
9 jam yang lalu
Ramai-ramai Kecam Wasit, Baim Wong hingga Raffi Ahmad Suarakan #AFCCurangLagi
2
Momen 26 Tahun BUMN, PLN Terus Kembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik di Jakarta
Pemerintahan
11 jam yang lalu
Momen 26 Tahun BUMN, PLN Terus Kembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik di Jakarta
3
Pejabat DKI Ini Bakal Mundur Sebagai ASN untuk Jadi Bupati Purwakarta
Pemerintahan
9 jam yang lalu
Pejabat DKI Ini Bakal Mundur Sebagai ASN untuk Jadi Bupati Purwakarta
4
Progres Pembangunan LRT Jakarta Fase 1B di Pekan ke-31 Capai 10,43 Persen
Pemerintahan
7 jam yang lalu
Progres Pembangunan LRT Jakarta Fase 1B di Pekan ke-31 Capai 10,43 Persen
5
Persiapkan Indonesia Hadapi Irak, Shin Tae-yong Optimistis Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
8 jam yang lalu
Persiapkan Indonesia Hadapi Irak, Shin Tae-yong Optimistis Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
6
Pj Gubernur DKI Tekankan Pentingnya Sosialisasi UU DKJ
Pemerintahan
7 jam yang lalu
Pj Gubernur DKI Tekankan Pentingnya Sosialisasi UU DKJ
Home  /  Berita  /  Ekonomi

Bendahara Negara Ungkap Kendala Data dan Upaya yang Ditempuh

Bendahara Negara Ungkap Kendala Data dan Upaya yang Ditempuh
Ilustrasi data. (gambar: ist./kpcb.com)
Sabtu, 29 Mei 2021 11:15 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati menyebut, saat ini penduduk Indonesia memiliki 40 nomor identitas dimana setiap nomor identitas itu memiliki sistem sendiri-sendiri yang tersebar di berbagai lembaga atau instansi. Ini menjadi tantangan tersendiri dalam menggali potensi penerimaan negara dari pajak.

Sri Mulyani mencontohkan, beberapa waktu lalu data wajib pajak di DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) dan DJP (Direktorat Jenderal Pajak) terpisah. Data ini kemudian baru terintegrasi pada 2019.

Dalam skala yang lebih luas, data Nomor Induk Kependudukan (NIK) juga berbeda dengan nomor paspor. Belum lagi data untuk Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan data transaksi ekspor impor.

Sehingga kita harus lakukan konsolidasi, data matching, dan itu tantangan yang luar biasa. Data menjadi tidak terintegrasi dan tidak mudah digunakan dalam analisis data," jelas Sri Mulyani dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh UPH (Universitas Pelita Harapan), Jumat (28/5/2021).

Upaya Pemerintah

Meski demikian, cakupan informasi yang dikumpulkan DJP, kata Sri Mulyani sudah semakin komprehensif sejak penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 31/2012. Berdasar PP tersebut, DJP bisa mendapatkan data dan informasi dari instansi, lembaga, asosiasi, pihak lainnya (ILAP) demi kepentingan penggalian potensi pajak.

Sejak 2012, saat ini DJP sudah mendapatkan data dan informasi dari 69 ILAP yang terdiri atas 337 jenis data. Data tersebut meliputi data transaksi, data identitas, data perizinan, dan data-data lain yang sifatnya non transaksional.

Kemudian pada 2017, pengelolaan data perpajakan menjadi sebuah milestone untuk mencapai komitmen pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information/AEoI) melalui upaya di forum G20.

Pada 2019, DJP juga mulai menerima dan mengolah data warga negara Indonesia di luar negeri untuk kepentingan penggalian potensi pajak.

"Data-data itu kemudian diolah untuk mendapatkan analisis mengenai business intelligence, melakukan seleksi kasus, mengembangkan risk engine kepatuhan perpajakan, serta membangun compliant risk management (CRM)," jelas Sri Mulyani sebagaimana dikutip GoNEWS.co dari CNBC Indonesia, Sabtu.***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Kategori:Ekonomi, Pemerintahan, Nasional, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/