Negara-Negara Dibayangi Krisis Pangan dan Potensi Resesi AS
Ratas yang melibatkan Menko Perekonomian bersama Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Kepala Badan Pangan Nasional, Kepala BNPB, Dirut BULOG serta sejumlah Pimpinan K/L itu membahas berbagai langkah antisipatif.
Baca Juga: Perkuat Ketahanan Pangan Nasional, Menko Airlangga: Pemerintah Siapkan Langkah Strategis Antisipasi Krisis Pangan Global
Baca Juga: Antisipasi Krisis Pangan, PKS Minta Anggaran Terintegrasi dengan Baik
Beberapa langkah solutif yang akan ditempuh, sebagaimana kurasi GoNEWS.co, Senin (4/7/2022) malam, diantaranya; bantuan beras BULOG tahun 2022 untuk 19,14 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan revisi regulasi (Perpres 48 Tahun 2016) untuk penguatan penugasan BULOG. Beberapa ketentuan yang akan diatur antara lain terkait penggunaan CBP (Cadangan Beras Pemerintah), pelepasan stok CBP, kriteria stok beras turun mutu dan penggunaan dana untuk pelepasan stok.
Hal lain yang juga akan dilakukan adalah perpanjangan penugasan BULOG hingga 31 Juli 2022 dalam penyaluran Jagung untuk Peternak Mikro Kecil sebesar 50 ribu ton.
Baca Juga: Anis Matta: Solusi Penyelesaian Krisis Ekonomi Saat ini Hanya Bisa Dipecahkan Secara Militer
Baca Juga: Jika AS Resesi, Ini yang Mungkin Terjadi di Indonesia
Dibahas juga soal transformasi kebijakan Pupuk Bersubsidi mulai dari refocusing target subsidi menjadi 2 jenis pupuk dan 9 komoditas prioritas strategis, transformasi digital dan revisi beberapa regulasi yang diperlukan.
Soal beras, Indonesia mencatatkan surplus sehingga siap memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga akhir 2024. Bahkan, melakukan ekspor sebanyak 200.000 ribu ton merupakan langkah 'aman' menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Baca Juga: PPKM Lanjut sampai Akhir Agustus 2021, Indonesia Diramal Bakal Resesi Lagi
Baca Juga: Pemerintah Harus Memiliki Sense of Crisis Menghadapi Resesi Ekonomi Akibat Pandemi
Keadaan berbeda terjadi di Philipina. Negara ini masih kesulitan beras dan pangan lainnya. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr berjanji pada hari Senin, pemerintah akan melakukan apapun yang diperlukan untuk meningkatkan produksi beras dan jagung negaranya untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan menghindari pukulan keras oleh krisis pangan yang sekarang membayangi di seluruh dunia.
Marcos, yang dilantik sebagai presiden pekan lalu dan mengangkat dirinya sendiri sebagai menteri pertanian, mengatakan; Filipina - importir beras terbesar kedua di dunia - sekarang berada pada posisi yang tidak menguntungkan atas pasokan pangannya.
Baca Juga: Penyaluran KUR BRI Diestimasi Mampu Serap 32,1 Juta Lapangan Kerja
Baca Juga: Ketemu PM India Narendra Modi, Jokowi Bahas Penguatan Kerja Sama Pangan
"Ketika kita melihat ke seluruh dunia, semua orang sedang mempersiapkannya," kata Marcos dalam pertemuan dengan pejabat senior pertanian, merujuk pada krisis pangan, sebagaimana dikutip dari zawya.
"Jadi kita harus benar-benar memperhatikan apa yang bisa kita lakukan," ujarnya.
Baca Juga: Kick Off Events 'Pangan Nusantara' Ikut Sukseskan Presidensi G20, Menko Airlangga: Kita Harus Berkonsentrasi Terhadap Ketersediaan Pangan
Baca Juga: Sidak ke Warung Pangan dan Warung Gurih, Mendag Pastikan Harga Migor Rp14.000 dan Stok Aman
Sementara itu, ancaman krisis pangan juga bukan hanya dihadapi negara-negara Asia. Amerika Serikat sebagaimana dikutip dari newspressnow mencatatkan dampak kenaikan harga bagi rumah tangga berpenghasilan rendah dari tahun ke tahun sebagai berikut; 8,7% untuk roti, 13% untuk daging babi, 17% untuk ayam dan 15% untuk susu.
Bagi masyarakat AS, situasi saat ini membayangi krisis energi dunia yang tengah terjadi.
Baca Juga: Lebih Heroik Mengawal Stimulus di Tengah Pandemi dan Resesi
Baca Juga: DPR Desak Pemerintah Serius Berdayakan UMKM Ditengah Ancaman Resesi
"Kita harus khawatir menemukan solusi untuk kekurangan pangan seperti halnya kita dengan krisis bahan bakar," kutipan artikel newspressnow berjudul 'The coming food crisis' yang terbit 1 Juli lalu.
Sementara itu, AS juga tengah menghadapi potensi resesi. Langkah The Fed menaikkan suku bunga 75 basis poin (bps) pada 15 Juni dianggap bisa memicu resesi.
Baca Juga: Indonesia Resesi, 5 Juta Pengangguran Baru Bakal Lahir
Baca Juga: Gawat... Kata Kemenkeu, Indonesia Sudah Resesi
Ketua Fed Jerome Powell mengakui hal itu pada minggu berikutnya dalam kesaksian di hadapan Komite Perbankan Senat AS. Ketika ditanya apakah langkah The Fed dapat menyebabkan resesi, dia menjawab, "Ini sama sekali bukan hasil yang kami inginkan, tetapi itu pasti sebuah kemungkinan," kata Powell dikutip dari Forbes.
Jika AS resesi, sejumlah negara pun dibayang-banyangi dampaknya. Bagi Indonesia, potens dampak resesi AS bisa meliputi; Keluarnya modal asing, Perebutan dana antara pemerintah dan Bank padahal bank tengah mengejar pertumbuhan kredit, Kenaikan tingkat suku bunga bagi konsumen dan pelaku usaha hingga inflasi yang membuat biaya impor bahan baku manufaktur meningkat.
Baca Juga: 'Opung Menteri' Bilang, Resesi Bukan Akhir dari Segalanya
Baca Juga: HUT RI di Tengah Ancaman Resesi, Momentum bagi Pemerintah Tunjukkan Kerja Nyata
Sebagai pengingat, Indonesia bukan tak pernah menghadapi ancaman resesi. Pandemi Covid-19 sempat memposisikan Indonesia dalam situasi sulit itu selama empat bulan berturut-turut. Tapi pada Agustus 2021, DPR RI menilai pemerintah telah berhasil membuat negara ini keluar dari resesi.
Pada masa itu, realisasi anggaran program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) menjadi way out. Penulusuran teratas mesin pencari google menyebut, dana PEN tahun 2021 sebesar Rp699,43 triliun.
Baca Juga: Meski Indonesia Keluar dari Resesi, PKS Minta Pemerintah Tetap Harus Waspada
Baca Juga: DPR Optimis KPCPEN bisa Tekan Dampak Resesi
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) menjadi wadah kolaborasi pembantu presiden dalam menanggulangi dampak pandemi kala itu. Ensiklopedi bebas saat ini masih mencatat KPC-PEN diisi-diantaranya-oleh Airlangga Hartarto (Ketua Komite) dan Erick Thohir (Ketua Pelaksana Komite).***
Editor | : | Muhammad Dzulfiqar |
Kategori | : | Ekonomi, Nasional, Internasional, DKI Jakarta |