Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Stefano Cugurra Siapkan Cara Hentikan Da Silva-Ciro di Semifinal Leg Pertama
Olahraga
23 jam yang lalu
Stefano Cugurra Siapkan Cara Hentikan Da Silva-Ciro di Semifinal Leg Pertama
2
Nick Kuippers Bertekad Berikan Hasil Terbaik Untuk Bobotoh
Olahraga
23 jam yang lalu
Nick Kuippers Bertekad Berikan Hasil Terbaik Untuk Bobotoh
3
Borneo FC Siap Lawan Madura United Dan Tambahan Dukungan Spesial
Olahraga
22 jam yang lalu
Borneo FC Siap Lawan Madura United Dan Tambahan Dukungan Spesial
4
Madura United Lanjutkan Target Dengan Semangat K3 Tanpa Pelatih Kepala
Olahraga
23 jam yang lalu
Madura United Lanjutkan Target Dengan Semangat K3 Tanpa Pelatih Kepala
5
Pemain Persib Sambut Positif VAR Di Championship Series BRI Liga 1 2023/24
Olahraga
23 jam yang lalu
Pemain Persib Sambut Positif VAR Di Championship Series BRI Liga 1 2023/24
6
Forum LKS Jakarta Apresiasi Bantuan 1.300 Paket Sembako dari Jokowi
Pemerintahan
22 jam yang lalu
Forum LKS Jakarta Apresiasi Bantuan 1.300 Paket Sembako dari Jokowi
Home  /  Berita  /  Peristiwa

Penetapan 1 Syawal 1444 H Diputuskan dalam Sidang Isbat Kemenag Malam Ini

Penetapan 1 Syawal 1444 H Diputuskan dalam Sidang Isbat Kemenag Malam Ini
Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Sidang Isbat untuk menentukan kapan lebaran Idul Fitri 2023 atau 1 Syawal 1444 H pada Kamis, 20 April 2023. (Foto; istimewa)
Rabu, 19 April 2023 15:57 WIB

JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Sidang Isbat untuk menentukan kapan lebaran Idul Fitri 2023 atau 1 Syawal 1444 H pada Kamis, 20 April 2023. Sidang tertutup di Auditorium HM Rasjidi Kementerian Agama, Jakarta, ini akan dihadiri Komisi VIII DPR RI, pimpinan MUI, duta besar negara sahabat, perwakilan ormas Islam, serta Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama.

Seperti biasanya, Sidang Isbat awal Syawal selalu dilaksanakan pada 29 Ramadan. "Tahun ini, bertepatan dengan 20 April 2023," ungkap Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, di Jakarta.

Jadwal dan Agenda Sidang Isbat

Berikut ini adalah rangkaian pelaksanaan Sidang Isbat (penetapan) Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriah:

Seminar Pemaparan Posisi Hilal

Pemaparan dilakukan Tim Hisab Rukyat Kemenag mulai pukul 17.00 WIB dan terbuka untuk umum.

Pelaksanaan Sidang Isbat

Sidang Isbat dimulai pukul 18.15 WIB, yang akan dilaksanakan setelah Salat Magrib dan tertutup untuk umum. Selain data hisab, Sidang Isbat juga akan merujuk pada hasil rukyatul hilal di seluruh Indonesia.

Telekonferensi Pers Hasil Sidang Isbat

Hasil Sidang Isbat kapan Lebaran Idul Fitri 2023 akan disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun TV dan media lainnya. Pengumuman hasil sidang isbat dimulai pukul 19.05 WIB.

Selain itu, Kementerian Agama juga akan melakukan pemantauan hilal atau rukyatul hilal di berbagai provinsi di seluruh Indonesia. Kementerian Agama akan menurunkan tim ke 123 titik lokasi untuk memantau hilal pada hari itu, apakah terlihat atau tidak.

"Hasil hisab dan rukyatul hilal ini akan dibahas dalam sidang isbat untuk kemudian ditetapkan kapan jatuhnya 1 Syawal. Jadi kapan Hari Raya Idul Fitri, kita masih akan menunggu keputusan sidang isbat," ujar Kamaruddin.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian isbat adalah penetapan atau penentuan. Di Indonesia, penentuannya biasanya dilakukan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia dan beberapa pihak terkait.

Menurut situs resmi Kementerian Agama, sejarah dari sidang isbat berlangsung semejak 1946. Di mana di tahun pertamanya berdiri, Kemenag telah menerbitkan regulasi tentang kewenangan menetapkan hari raya terkait dengan peribadatan sebagai hari libur.

Saat itu, regulasi yang dibuat adalah Penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 2/Um. Di mana menurut konsideran penetapan pemerintahan tersebut mengungkapkan, diperlukan adanya aturan tentang hari raya setelah mendengar Badan Pekerja Komite Nasional Pusat.

Adapun penetapan tersebut ditetapkan di Yogyakarta pada 18 Juni 1946 oleh Presiden Soekarno dan Menteri Agama H. Rasjidi. Serta diumumkan oleh Sekertaris Negara A.G. Pringgodigdo. Dalam kesempatan itu, ditetapkan beberapa hari raya yaitu Hari Raya Umum, Hari Raya Islam, Hari Raya Kristen, dan Hari Raya Tiong Hwa.

Pertama kali sidang isbat dilaksanakan di Indonesia dari berbagai sumber menyebutkan sejak dekade 1950-an. Ada juga yang menyebutkan pada 1962. Sidangnya pun dilaksanakan oleh beberapa ulama dan ahli serta pendapat dari organisasi-organisasi Islam.

Sebelum sidang isbat, penentuan awal Ramadan dan Idul Fitri ditentukan oleh masing-masing dari ketua adat di tiap daerah sehingga perayaannya sering berbeda-beda.

Namun, setelah pemerintah membentuk Badan Hisab Rukyat (BHR) pada 16 Agustus 1972, maka penentuan tanggal pun bisa disamakan tiap daerahnya. Sehingga, sampai saat ini sidang isbat di Indonesia menjadi momen yang dinantikan umat Muslim dalam menentukan hari-hari besar di agama Islam.

Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri jatuh pada Jumat, 21 April 2023 dengan metode hisab. Sementara, pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU) belum menentukan lantaran mesti menunggu rukyatul hilal.

Setelah rukyatul hilal, baru kemudian pemerintah dan sejumlah pihak lainnya melakukan sidang isbat untuk menentukan 1 Syawal. Mengutip penjelasan Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Pengajar Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo, sejak dulu NU menetapkan bahwa awal bulan hijriah, termasuk Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha ditentukan dengan metode rukyatul hilal.

Merujuk Almaghfurlah KH A. Ghazalie Masroeri, bukan berarti NU tidak melakukan hisab. NU juga melakukan metode hisab, tetapi bukan keputusan akhir. Karena menurut KH Ghazalie Masroeri, metode hisab hanya bersifat prediktif.

"Penentuan awal bulan Hijriyyah yang dipedomani Nahdlatul Ulama (termasuk di dalamnya penentuan awal Ramadhan dan hari raya Idul Fitri/Idul Adha) adalah berdasarkan rukyah hilal sebagai ibadah yang bersifat fardhu kifayah. Merujuk keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU dan Muktamar NU sejak 1954 hingga 2021 Miladiyah," seperti dikutip dari Seputar Penentuan Idul Fitri 1444 H dalam Pandangan Nahdlatul Ulama yang dikeluarkan Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU).

4 Ketentuan Metode Rukyatul Hilal

Ada empat ketentuan yang NU terapkan dalam menggunakan metode rukyatul hilal. Sebagai berikut.

1. Jika hilal di bawah ufuk
Jika hilal masih di bawah ufuk atau minus di bawah 0 derajat, maka rukyah tidak lagi berlaku fardu kifayah. Hal ini mengingat hilal tidak mungkin dapat dilihat karena posisinya berada di bawah ufuk. Dengan begitu, secara otomatis berlaku istikmal, yaitu bulan sebelumnya digenapkan menjadi 30 hari.

"Apabila hilal berada di bawah ufuk berdasarkan minimal lima metode falak yang qath’iy, maka rukyah hilal tidak bersifat fardhu kifayah dan keputusannya adalah istikmal," tulis poin pertama (a) dalam Seputar Penentuan Idul Fitri 1444 H.

2. Jika hilal teramati
Jika hilal dapat teramati dengan posisinya yang sudah mencapai kriteria imkan rukyah (visibilitas hilal, kemungkinan hilal bisa teramati) yang dipedomani oleh NU, maka kesaksian perukyat tersebut dapat diterima. Dengan begitu, bulan berlaku isbat. Artinya, bulan hanya berumur 29 hari dan esoknya sudah mulai bulan baru.

"Apabila hilal terukyah bil fi’li dan posisinya telah melebihi kriteria imkan rukyah Nahdlatul Ulama berdasarkan minimal lima metode falak yang qath’iy, maka kesaksian diterima dan berlaku isbat," lanjut poin kedua (b).

3. Jika hilal melebihi kriteria imkan rukyah
Jika hilal telah melebihi kriteria imkan rukyah yang dipedomani NU, tetapi hilal tidak teramati di seluruh titik di Indonesia, maka berlaku istikmal. "Serupa dengan butir (b) di atas namun apabila hilal tidak terukyah bil fi’li maka berlaku istikmal," lanjut poin ketiga (c).

4. Jika hilal sudah tinggi
Jika hilal sudah sangat tinggi, tetapi tidak teramati, secara hukum mestinya istikmal. Namun, jika berlaku istikmal akan berpotensi mengakibatkan umur bulan berikutnya hanya 28 hari. Karenanya, jika terjadi kondisi demikian, maka berlaku peniadaan istikmal, meskipun hilal tidak terlihat.

"Apabila posisi hilal telah demikian tinggi berdasarkan minimal lima metode falak yang qath’iy, tetapi tidak terukyah, sedangkan bulan Hijriah berikutnya berpotensi terpotong menjadi tinggal 28 hari apabila terjadi istikmal, maka berlaku nafyul ikmal (diabaikannya istikmal),"

lanjut poin keempat (d). Adapun kriteria imkan rukyah NU yang dipedomani pada saat ini adalah 3 derajat untuk tinggi hilal mar’ie dan 6,4 derajat untuk elongasi hilal hakiki yang berlaku wilayatul hukmi (wilayah hukum) Indonesia.

"Kriteria imkan rukyah Nahdlatul Ulama yang dipedomani Nahdlatul Ulama pada saat ini: tinggi hilal mar’ie minimal 3 derajat dan elongasi hilal haqiqy minimal 6,4 derajat yang berlaku wilayatul hukmi Indonesia," demikian bunyi penjelasan itu.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Peristiwa, Pemerintahan, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/