Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
Olahraga
6 jam yang lalu
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
2
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
Olahraga
6 jam yang lalu
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
3
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
Pemerintahan
3 jam yang lalu
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
4
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
Olahraga
2 jam yang lalu
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
5
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
Olahraga
43 menit yang lalu
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
6
Megawati Ungkap Rahasia Kuat Bertahan dan Meraih Sukses di Red Sparks
Olahraga
32 menit yang lalu
Megawati Ungkap Rahasia Kuat Bertahan dan Meraih Sukses di Red Sparks
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Komnas Perempuan: 421 Perda Rugikan Perempuan

Komnas Perempuan: 421 Perda Rugikan Perempuan
Senin, 17 Oktober 2016 18:21 WIB
JAKARTA - Komite Nasional Perempuan meminta pemerintah daerah mengkaji kembali regulasi bersifat diskriminatif terhadap kaum perempuan. Hal tersebut tertuang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dengan Komnas Perempuan yang dengan agenda pembahasan Implementasi undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di Ruang Rapat Komite I Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Senin (17/10/2016).

Komisioner Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah menjelaskan sebagian dari peraturan daerah (perda) yang dihasilkan oleh pemerintah daerah cenderung merugikan kaum perempuan. Faktanya, saat ini kebijakan atau regulasi yang diskriminatif yang merugikan perempuan terus bertambah.

''Menurut data yang di dapat Komnas Perempuan hingga bulan Agustus terdapat 421 kebijakan daerah di seluruh Provinsi Indonesia yang diskriminatif terhadap perempuan,'' ujarnya.

Menurutnya, hal ini terjadi karena dalam proses pembuatan kebijkan pemerintah daerah tidak melibatkan kaum perempuan, sehingga dapat meminimalisir substansi kebijakan-kebijakan yang mengandung unsur-unsur diskriminatif. Ia menilai semangat reformasi seharusnya menghilangkan unsur diskriminatif.

''Pembuatan regulasi kebijakan minim pelibatan terhadap perempuan, dan rata-rata kasusnya adalah pembatasan ekspresi terhadap perempuan, pembatasan identitas perempuan, dan memposisikan perempuan tidak setara dengan laki-laki,'' ujar Yuniyanti.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi RDP yang dilaksanakan dalam rangka mengumpulkan bahan dan masukkan terkait implementasi Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemda ini dapat menghasilkan masukan terkait kemajuan hak asasi manusia dan hak konstitusi perempuan.

''Jika dikaitkan dengan Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemda pada pasal 250 pada butir e menyebutkan bahwa jika suatu regulasi di daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan terdapat diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan dan gender dapat dibatalkan oleh peraturan yang lebih tinggi. Artinya, perda yang merugikan dapat dibatalkan oleh peraturan diatasnya,'' ujarnya

Lebih lanjut, senator asal Aceh ini mengatakan Komite I merasa perlu melihat perspektif dari Komnas Perempuan terkait implementasi Undang-Undang Pemda yang dianggap diskriminatif terutama di daerah-dareah, banyak hal-hal yang mengandung diskriminasi dan berakibat dampak serius. Pihaknya berjanji akan memfasilitasi ruang dialog antara pemerintah dengan Komnas Perempuan untuk menemukan titik temu.

Lain halnya dengan Ahmad Subadri, Senator asal Banten ini merasa bahwa banyak perspektif yang berbeda terkait kebijakan di daerah, hal tersebut harus dikaitkan dengan local wisdom masing-masing daerah.

''Satu sisi Pemerintah Daerah berusaha membuat regulasi untuk melindungi kaum perempuan, tetapi di sisi yang lain menurut perspektif perempuan hal tersebut merupakan diskriminatif terhadap perempuan maka semua perlu dilihat dari sisi local wisdom masing-masing daerah,'' tukasnya.

Senada dengan hal itu, Nono Sampono menyatakan bahwa pendekatan yang diperlukan jangan simetris harus melihat keragaman suku, semua terkait dengan adat istiadat di daerah. ''Ada tiga konsep srategis yang harus dilihat dalam menyikapi permasalahan ini, pertama konsep kesetaraan, kedua konsep pemberdayaan, dan yang ketiga konsep adanya perlindungan dalam membuat suatu kebijakan,'' tutupnya. ***

Editor:Hermanto Ansam
Kategori:GoNews Group, Pemerintahan, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/