Soal Ambang Batas Pilkada Aceh, Yusril Minta MK Pedomani UUPA
"Ketentuan Pilkada di Aceh ini spesial. Kami mohon kepada MK untuk mengesampingkan pasal 158 UU Pilkada untuk Aceh, karena Aceh punya ketentuan sendiri yaitu pasal 74 UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh," ujar Yusril dalam sidang sengketa hasil suara di Panel II yang berlangsung di lantai 4 Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (16/3/2017).
Yusril mengatakan bahwa dalam pasal 74 itu tidak ditentukan mengenai ambang batas sengketa suara. Kuasa hukum pasangan calon gubernur Aceh nomor urut 5 Muzakir Manaf-TA Khalid ini menyebut bahwa kliennya memiliki legal standing untuk mengajukan sengketa ke MK.
"Aceh ini merupakan daerah khusus. Untuk mencalon saja jumlah dukungan dari partai pengusung hanya 15 persen, padahal secara nasional aturannya 20 persen," kata Yusril.
Yusril lebih lanjut mengungkapkan bahwa Aceh sama dengan Jakarta. Dia menyebut Aceh dan Jakarta sama-sama memiliki pasal khusus yang mengatur tentang Pilkada.
"Aceh, sama dengan Jakarta punya aturan khusus. Kalau secara nasional, pasangan calon dengan jumlah perolehan suara tertinggi itu bisa ditetapkan sebagai pemenang. Tapi kan di DKI tidak seperti itu aturannya, harus peroleh suara di atas 50 persen. Kalau memang tidak mau mengikuti aturan khusus yang berlaku, pasangan Ahok-Djarot harusnya sudah menang," sebut Yusril.
Dia menegaskan bahwa di Aceh, pasangan calon menggunakan syarat dukungan partai pengusung sebesar 15 persen. Jumlah itu berbeda dengan ketentuan nasional yaitu 20 persen.
"Pasangan calon mendaftar menggunakan aturan Aceh. Jadi ketika ada sengketa, sudah seharusnya juga digunakan aturan Aceh. Karena itu sudah ada ketentuannya. Jadi kami mohon kepada MK untuk mengadili permasalahan ini dengan sebaik-baiknya," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan hal itu akan menjadi catatan dalam persidangan. Palgunan menyebut bahwa apa yang disampaikan dalam sidang yang terbuka untuk umum itu akan menjadi bahan pertimbangan bagi hakim untuk memutuskan perkara.
"Karena pernyataan itu juga sudah disampaikan dalam persidangan terbuka ini maka MK harus mempertimbangkan itu, hanya itu yang menjadi catatan dalam persidangan ini," ujar Palguna.
Pada persidangan ini pihak pemohon meminta kepada MK agar membatalkan penetapan rekapitulasi hasil perhitungan suara oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pembatalan ini disertai dengan permohonan untuk dilaksanakannya pemungutan suara ulang (PSU) di lokasi-lokasi terkait.
Sidang ditutup pukul 15.00 WIB dan akan dilanjutkan pada Senin (20/3) dan Selasa (21/3) mendatang. Lanjutan sidang itu dengan catatan mendengarkan jawaban pemohon, keterangan terkait dan pengesahan alat bukti.
"Itu supaya dicatat dan di ingat, dengan demkian sidang dinyatakan selesai," tutup wakil ketua MK Anwar Usman dan meninggalkan tempat persidangan.