Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
7 jam yang lalu
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
2
BPJPH Rilis Indonesia Global Halal Fashion, Targetkan Kejayaan di Pasar Dunia
Ekonomi
8 jam yang lalu
BPJPH Rilis Indonesia Global Halal Fashion, Targetkan Kejayaan di Pasar Dunia
3
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
5 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
4
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
6 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
5
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
5 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
6
Mahesa Jenar Terlecut Dukungan Panser Biru
Olahraga
4 jam yang lalu
Mahesa Jenar Terlecut Dukungan Panser Biru
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Soal Pilkada Lawan Kotak Kosong, Prof Aminudin: Semua yang Dipaksakan Itu Pasti tidak Demokratis

Soal Pilkada Lawan Kotak Kosong, Prof Aminudin: Semua yang Dipaksakan Itu Pasti tidak Demokratis
Diskusi menolak pemaksaan pilkada melawan kotak kosong di Makassar. (Muslikhin/GoNews.co)
Selasa, 10 April 2018 19:56 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA- Gugatan Munafri Arifuddin-A. Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) terhadap Danny Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) setelah putusan penetapan calon oleh KPU terkesan memaksakan skenario kolom kosong di Pilwakot Makassar.

Dimana sebelumnya Gugatan Munafri Arifuddin-A. Rachmatika Dewi (Appi-Cicu)  kalah di Sidang Panwaslu, kini pihak Appi-Cicu berada di atas angin pasca PT TUN yang menerima gugatannya untuk melakukan membatalkan pencalonan DIAmi.

Meski kolom kosong diatur dan dibenarkan dalam undang-undang, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Aminudin Ilmar MH menjelaskan, bahwa kolom (Kotak) kosong dianggap tidak demokratis jika memang hanya satu orang yang mendaftar dan ditetapkan oleh KPU.

"Semua yang dipaksakan itu pasti tidak demokratis. Substansi demokrasi adalah perwujudan kedaulatan rakyat. Untuk konteks pilkada, itu mengedepankan asas bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan tentu harus ada choice, atau pilihan. Kalau ada satu ini bukan pemilihan," ungkap Prof. Dr. Aminudin Ilmar MH, dalam pemaparnya diacara diskusi di Jakarta, Selasa (10/4/2018).


Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk menyalurkan hak politik tanpa adanya intervensi. Berdasarkan pengalamannya sebagai penyelenggara pemilu, semua aktifitas penyelenggaraan pemilu untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.

"Pemilu itu momen evaluasi kepemimpinan suatu pemerintahan. Oleh karenanya harus ada pilihan," ujarnya .

Dirinya juga mengaku sangat disayangkan jika Kota Makassar harus melalui skema kolom kosong ini. Terlebih dalam Pilkada sebelumnya, terdapat 10 pasangan calon.

"Kalau kotak kosong? Tentu orang akan bertanya-tanya tentang kondisi demokrasi di Makassar. Karena Pilkada yang lalu itu sampai 10 Paslon," ujarnya.

Sementara itu, Maruli Tua Silaban dari Indonesia Demorasi Watch (IDW) menjelaskan, jika proses kasasi putusan PT TUN oleh pihak KPU ke mahkamah agung, Hasrul mengatakan jika pihak MA menolak kasasi dari KPU Makassar maka kolom kosong akan diterapkan dalam Pilkada nanti.

"Jika MA menerima putusan PT TUN Makassar maka cukup sampai di situ. Tidak bisa lagi digugat, itu upaya hukum terakhir," jelasnya.

Menurtnya lagi, kotak kosong bukanlah kemauan masyarakat Makassar. Apalagi, memilih pemimpin adalah hak masyarakat yang diberikan oleh Tuhan.

"Jadi saya kira, janganlah berpikir kotak kosong. Bermimpi boleh. (Tapi) janganlah berpikir masyarakat Makassar ini tidak cerdas untuk mempertahankan hak demokrasinya," paparnya.

Menurtnya lagi, PT TUN dianggap keliru dalam menangani kasus sengketa pilkada tersebut. Karena kata dia, yang berwenang untuk mengagalkan pencalonan hanyalah Bawaslu atau Panwaslu.

"jadi ibaratanya begini, ketika teman-teman membuat pemberitaan yang dianggap menyudutkan atau melanggar terkait pilkada atau pemilu, itu bukan Panwaslu atau Bawaslu yang memutuskan bahwa berita atau media yang bersangkutan melanggar. Tapi harus diputuskan terlebih dahulu ke Dewan Pers. Setelah itu baru Bawaslu bertindak," tandasnya.

"Nah ini juga sama, seharusnya yang punya wewenang Bawaslu atau Panwaslu bukan PTUN," timpalnya.

Untuk diketahui, Tim Hukum Appi-Cicu sempat melakukan gugatan kepada KPU Makassar atas dugaan sejumlah pelanggaran. Perkara pertama yang ditangani oleh Bawaslu Sulsel menilai, tak ada pelanggaran dalam penetapan keputusan KPU Makassar.

Namun, tak cukup sampai di situ, Tim Hukum Appi-Cicu melanjutkan kasus tersebut ke PT TUN. Perkara kedua ini hasilnya berbeda. PT TUN menerima seluruh gugatan Appi-Cicu dan memerintahkan KPU agar DIAmi dihentikan sebagai calon sah.

Kendati demikian, KPU Makassar masih ingin mempertahankan keputusannya. Lewat kuasa hukumnya, KPU Makassar mengajukan kasasi ke MA atas keputusan PT TUN. Namun, keputusan MA belum keluar. ***

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77