Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
15 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
2
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
13 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
3
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
14 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
4
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
16 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
5
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
13 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
6
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
16 jam yang lalu
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Nasdem Ogah Jika Pendamping Jokowi Punya 'Noda' Korupsi

Nasdem Ogah Jika Pendamping Jokowi Punya Noda Korupsi
Anggota DPR RI Fraksi Nasdem, Taufiqul Hadi. (Istimewa)
Rabu, 11 April 2018 05:17 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

JAKARTA - Partai Nasdem saat ini mengaku sedang mempersiapkan beberap calon wakil presiden yang akan menjadi pendamping Joko Widodo untuk Pilpres 2019. Sejauh ini, menurut politikus Nasdem Taufiqulhadi, sudah ada sepuluh nama yang sedang digodok oleh partai yang dipimpin Surya Paloh itu.

Hal ini ia katakan kepada wartawan di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/4/18) kemarin. Meski demikian, dirinya enggan membeberkan siapa saja dari 10 nama calon yang sedang "diolah" Nasdem tersebut.

Tapi yang pastinya kata dia, sepuluh sosok itu berasal dari berbagai kalangan, mulai dari ulama, pengusaha, kiai dan kalangan nasionalis. "Sudah ada 10 orang dari sipil ulama," kata dia.

Taufiq pun mengatakan telah mempunyai rumus untuk menentukan siapa yang akan dicalonkan sebagai pendamping Jokowi. Dua rumus itu adalah, Jawa Non Jawa atau Sipil-Militer. Menurutnya, hal itu berguna sebagai perluasan dukungan.

“Jadi itu sudah ada. Ada rumus sipil TNI serta Jawa non Jawa. Karena itu guna basis dukungan semakin kuat,” kata dia.

Tidak itu saja, yang terpenting dalam menentukan cawapres Jokowi pihaknya akan mencari sosok yang bersih tanpa ada noda sedikit pun tentang hukum apalagi korupsi.

"Kami berharap bahwa wakil atau figur-figur yang masih berhubungan dengan hukum itu harus diselesiakan dulu. Jangan waktu dicalonkan dipanggil KPK. Itu berabe nanti. Harus diselesaikan dulu baru mencalonkan diri," kata dia.

Dirinya memang tidak secara terus terang menyebut nama, siapa kira-kira yang dianggap bermasalah dan punya “noda” korupsi. Namun sebelumnya, sosok Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar  ramai menjadi pembicaraan di berbagai media, terutama terkait langkah dirinya mengusung posisi calon wakil presiden (Cawapres) di pemilihan umum atau pemilu 2019 mendatang.

Isu terhangat, Cak Imin yakin betul akan digandeng Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai cawapres pada Pemilu 2019, berdasarkan petunjuk dari langit yang diistilahkan dirinya dengan berita langit. Istilah itu diutarakan saat mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu melakukan ziarah ke makam Taufiq Kiemas, suami Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, pada Minggu, 25 Maret 2018 yang lalu.

Disaat namanya sedang ramai diperbincangkan soal ambisinya menjadi cawapres 2019, ternyata Cak Imin sempat tersandung kasus korupsi yang menyita perhatian publik di tahun 2011 silam.

Kasus tersebut adalah dugaan Cak Imin terlibat kasus korupsi dengan sandi Kardus Durian. Korupsi kardus durian adalah kasus suap dalam proyek infrastruktur di Papua yang dikerjakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Saat itu, Muhaimin menjabat sebagai menterinya. Kasus ini terungkap setelah Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tiga orang di lokasi berbeda pada Agustus 2011.

Mereka adalah Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2TK) I Nyoman Suisnaya, Kabag Program Evaluasi Ditjen P2TK Dadong Irbarelawan, dan seorang Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua Dharnawati.

Dari pengungkapan itu, penyidik KPK berhasil mengamankan uang sebesar Rp 1,5 miliar yang diduga suap untuk memuluskan proyek infrastruktur itu. Dharnawati menegaskan uang yang disimpan dalam kardus durian itu akan diberikan kepada Muhaimin sebagai commitment fee.

Kendati demikian, Muhaimin pun selalu membantah tuduhan bahwa kardus durian itu dimaksudkan untuk dia. Selama bersaksi di Pengadilan Tipikor untuk terdakwa Dadong Irbarelawan dirinya selalu mengatakan tidak pernah ada pembahasan soal uang atau fee.

Pada kasus ini, I Nyoman dan Dadong masing-masing divonis tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim. Namun hingga kasus ini dianggap selesai, Muhaimin tetap melenggang. Padahal selama jalannya persidangan namanya kerap muncul dan disebut-sebut menjadi orang yang akan menerima paket kardus durian tersebut. 

Menanggapi kasus kardus durian, mantan Komisioner KPK Busyro Muqqodas pun mengakui keterlibatan Muhaimin dalam kasus itu. Namun, dia mengatakan bahwa kasus ini mendapat kendala karena sang saksi kuncinya, yakni Bupati Lumajang Ali Mudhori meninggal dunia sehingga kasus ini pun tidak dilanjutkan karena ada yang hilang dalam jalannya proses penyelidikan. ***

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/