Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
Olahraga
11 jam yang lalu
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
2
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
Pemerintahan
11 jam yang lalu
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
3
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
Hukum
11 jam yang lalu
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
4
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
Umum
10 jam yang lalu
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
5
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
Umum
11 jam yang lalu
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
6
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah
Umum
10 jam yang lalu
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Getol Suarakan RUU Konsultan Pajak, Misbahun Bantu Jokowi Mereformasi Perpajakan

Getol Suarakan RUU Konsultan Pajak, Misbahun Bantu Jokowi Mereformasi Perpajakan
Rabu, 02 Mei 2018 20:12 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
MEDAN - Anggota Komisi XI DPR RI, M Misbakhun mengaku tengah memperjuangkan Rancangan Undamg-undang (RUU) Konsultan Pajak.

Hal ini ia ungkapkan Misbakhun saat menjadi pembicara pada seminar nasional "RUU Konsultan Pajak, Fasilitas Perpajakan Terkini dan Penegakan Hukum Perpajakan" yang digelar oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) di Medan, Rabu (02/05/2018).

Politisi Golkar ini menjelaskan, RUU yang masih dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR itu, nantinya akan memperkuat upaya pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam mereformasi sektor perpajakan.

Rumitnya sistem perpajakan inilah yang menurut Misbakhun diperlukan adanya RUU Konsultan Pajak. Pasalnya, RUU itu diyakini bakal menjadi 'jembatan' kepentingan negara dengan para wajib pajak.

"Peran konsultan pajak harus diatur dalam UU sebagai profesi yang harus memiliki keahlian, ilmu pengetahuan dan sertifikasi tersendiri. Hal ini sama dengan profesi lain yang diatur dalam UU. Misalnya UU Arsitek, UU Polri, UU TNI, UU ASN, UU Notaris, UU Guru dan Dosen, dan masih banyak UU profesi lain," ujar Misbakhun.

Salah satu inisiator RUU Konsultan Pajak itu menambahkan, merujuk data IKPI, di seluruh Indonesia hanya ada 4.500 konsultan pajak. Jumlah itu sangat kecil untuk menunjang kinerja Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Indonesia yang berpenduduk lebih dari 250 juta jiwa.

"Idealnya jumlah konsultan harus di atas 60 juta. Jepang memiliki 66.000 pegawai pajak dan 74.000 konsultan pajak dengan jumlah penduduk yang lebih kecil," beber mantan pegawai Ditjen Pajak itu.

Politisi yang dikenal gigih membela kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi itu menambahkan, profesi konsultan pajak sangat erat kaitannya dengan kegiatan kegiatan ekonomi dan perkembangan cara bertransaksi.

Menurutnya, perkembangan ilmu dan teknologi informasi berpengaruh signifikan terhadap kompleksitas perekonomian dan regulasinya. Regulasi perpajakan yang kompleks membuat tingkat kebutuhan WP terhadap jasa konsultan pajak makin besar. 

Konsekuensi lain dari meningkatnya kebutuhan akan jasa konsultan pajak antara lain adalah semakin tingginya tuntutan Wajib Pajak akan profesionalisme konsultan pajak.

"Tuntutan atas profesionalisme tersebut pada dasarnya sejalan dengan era perdagangan bebas yang menuntut negara-negara anggota WTO untuk membuka pasar domestiknya," katanya.

Misbakhun dalam kesempatan itu juga menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) belum lama ini.

Merujuk putusan MK atas permohonan perkara No.63/PUU-XV/2017 maka kewenangan untuk menerima kuasa wajib pajak tak lagi menjadi otoritas konsultan pajak.

Berdasarkan putusan itu maka kini setiap pihak kini bisa menjadi kuasa dari wajib pajak asalkan memahami persoalan perpajakan. Menurut Misbakhun, DPR dalam menyusun RUU Konsultan Pajak akan memperhatikan putusan MK itu.

Misbakhun menjelaskan, Pasal 32 ayat 3 UU KUP yang dibatalkan MK hanya mengatur kedudukan "seorang kuasa" untuk menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakan dari WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UU yang sama. Sedangkan Pasal 33 UU KUP menyebut bahwa ketentuan lebih lanjut tentang hal itu diatur menggunakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

"Pengertian 'kuasa' pada Pasal 32 ayat 3 dan 3a tersebut tidak atau bukan secara khusus menunjuk pada pengertian kuasa hukum, tapi kuasa dalam arti umum. Jadi, sama sekali tidak ada hubungannya dengan kuasa hukum pada pengadilan pajak," pungkasnya. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/