Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
BPJPH Rilis Indonesia Global Halal Fashion, Targetkan Kejayaan di Pasar Dunia
Ekonomi
5 jam yang lalu
BPJPH Rilis Indonesia Global Halal Fashion, Targetkan Kejayaan di Pasar Dunia
2
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
3 jam yang lalu
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
3
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
3 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
4
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
2 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
5
Okto Sebut Sudah 9 Atlet Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
4 jam yang lalu
Okto Sebut Sudah 9 Atlet Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
6
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
2 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Guruh Sukarnoputra: Jadikanlah Pemilu Sebagai Peristiwa Kebudayaan

Guruh Sukarnoputra: Jadikanlah Pemilu Sebagai Peristiwa Kebudayaan
Senin, 03 Desember 2018 19:21 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Perpolitikan di Indonesia, saat ini menurut Guruh Soekarnoputra, sungguh menyedihkan. Dalam pulasan besar, ia melihat fenomena betapa banyak pihak yang berkepentingan dengan kekuasaan seolah terperangkap pada satu pemahaman bahwa segala cara dan alat dihalalkan untuk merebut kekuasaan.

Fenomena sikap dan tindakan para politisi seperti ini kata dia, membuat masyatarakat hafal sejumlah kata sifat. Kata itu menurutnya adalah: Fitnah, Intrik dan terakhir yang kian popular adalah Hoak.

Tentu tak ada asap tanpa api. Jika kata sifat yang kini memenuhi kepala masyarakat itu sebagai asapnya, maka ucapan dan tindakan para elit politik bersama teamnya adalah sumber apinya.

"Menurut saya, peristiwa politik seperti Pilpres dan Pileg, seharusnya disadari sebagai sebuah peristiwa budaya. Di situ ada sistem nilai yang dipraktekan. Di situ ada sistem sosial yang bekerja. Dari situ akan dilahirkan karya berupa tatanan negara dan tatanan masyarakat adil dan makmur," ujarnya kepada redaksi GoNews.co melalui siaran persnya, Senin (3/12/2018) di Jakarta.

Dari situ kata putra Soeakrno ini, akan dilahirkan pemimpin sebagai pemikul amanah. "Dari situ kita makin membentuk nationaal gees, nationaal do dan nationaal daad kita secara utuh dan tiga dimensi. Dengan peristiwa politik yang memperjuangkan kemaslahatan orang banyak itu pula kita menjadi bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, yang telah memberi kemerdekaan kepada bangsa ini serta memberi karunia alam yang indah dan kaya. Bukan justru melahirkan pertikaian, permusuhan dan kerusakan. Begitulah menurut saya bahwa peristiwa Pemilu seharusnya menjadi sebuah peristiwa kebudayaan yang besar," paparnya.

"Lantas kini kita bertanya, apakah peritiwa politik kita saat ini adalah sebuah peristiwa budaya? Apakah peristiwa Pemilu yang sedang kita jalani ini sebagai peristiwa budaya? Jawaban saya adalah tidak. Sebab peristiwa budaya selalu bersifat kolektif kolegial," bebernya.

Peristiwa budaya kata dia, adalah peristiwa yang seirama dengan hakikatnya kehidupan masyarakat manusia. Masyarakat secara kolektif adalah subjek dari peristiwa politik jika kita ingin menilai peristiwa itu sebagai peristiwa budaya. Peristiwa politik yang kita jalani saat ini, saya ilustrasikan sepertiperistiwa mekanisme pasar.

"Kebutuhan diciptakan sepihak oleh pemilik produk melalui imaji media iklan dan pencitraan. Produk dibuat juga sepihak hanya untuk memenuhi kebutuhan artifisial saja sesuai dengan imaji yang diciptakan. Dan pasar hanyalah tempat transaksi jual beli dengan prinsip jual putus tanpa pertanggungjawaban moral," tandasnya.

Tentu saja lanjutnya, peristiwa politik model mekanisme pasar tetap memiliki tingkat partisipasi. Sebagian partisipan dibangun berdasarkan sentimen identitasnya. Selebihnya adalah massa yang dimobilisir melalui mekanisme transaksional. Jarang sekali partisipan terlibat karena keperluan hidupnya. Mayoritas partisipan Pemilu seperti itu merupakan konsumen. Konsumen sentimen identitas maupun konsumen transaksional. Dalam pengkondisian masyarakat yang konsumtif seperti itulah berkembang pragmatisme politik, bahkan terjadinya money politic.

Poin yang dimaksud dari ilustrasi itu adalah betapa masyarakat sebenarnya hanya dijadikan objek, bukan subjek, dalam peristiwa politik. Hal itu terjadi justru melalui pemilihan langsung seperti yang kita alami saat ini.

"Masyarakat hanya dijadikan konsumen dari imaji dan produk yang dicangkokan melalui jargon politik serta pencitraan. Pencangkokan bahkan kian meningkat menjadi agitasi, provokasi bahkan kooptasi kesadaran ketika mendekati hari pemilihan. Masyarakat kemudian terpolarisasi pada kecenderungan ekstrim. Polarisasi itu menyeruak demikian tajam di ruang sosial," tukasnya.

"Perselisihan dan permusuhan menjadi warna keseharian di antara hubungan perkawanan dan persaudaraan di media sosial, di antara tetangga bahkan di unit terkecil masyarakat yaitu keluarga. Sungguh itu bukan sebuah peristiwa budaya," katanya lagi.

Setting politik seperti itu tambahnya, pasti tidaklah sempurna. Tak ada setting manusia dapat memusnahkan nurani manusia lainnya secara sempurna. Setting politik itu hanyalah permainan lima tahunan. Tetapi kehidupan manusia, kehidupan masyarakat dan kehidupan bangsa yang menanggung kerugian akibat permainan politik seperti itu akan berlangsung jauh melampaui masa permainan itu sendiri. Kesadaran seperti itu akan muncul secara jernih ketika kita mampu menjaga jarak dengan riuhnya pertarungan kepentingan.

"Sadarilah bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara adalah habitat hidup kita dan anak cucu kita. Baik buruknya habitat hidup kita sangat tergantung pada partisipasi kita dalam menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara.Tak usah risau dengan janji politik. Jika pun ada janji politik, itu tak perlu ditagih. Biarkan pemimpin yang menagih janji politik itu pada dirinya sendiri. Sebab janji politik hanyalah moral obligation seorang pemimpin untuk mengikatkan dirinya pada amanah kepemimpinannya. Yang perlu dipegang adalah janji negara sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD 1945," tegasnya.

Ia juga meminta, agar masyarakat mengabaikan segala bentuk fitnah, intrik dan hoak. Sebab perbedaan antara kulkas dan bak sampah, meski sama berisi buah dan sayuran, terletak pada segar atau busuknya segala sesuatu yang kita simpan.

"Ciptakanlah suasana agar calon pemimpin yang menghampiri rakyatnya. Bukan rakyat yang menghampiri calon pemimpinnya. Agar para calon pemimpin mengenali rakyatnya, memahami rakyatnya sehingga dapat merumuskan kebijakan yang dibutuhkan rakyatnya. Hilangkanlah dari pikiran kita bahwa pemimpin dan negara yang akan menyantuni rakyatnya. Sebab rakyat bukanlah pengemis. Yang dibutuhkan rakyat bukanlah Dewan Penyantun. Yang dibutuhkan rakyat adalah seorang pemimpin," paparnya.

Pemimpin yang dibutuhkan rakyat menurutnya, adalah pemimpin yang mau bekerja keras dan berani berpihak untuk memberi fasilitas, melindungi dan menyediakan ruang dan kesempatanbagi rakyat secara adil untuk berusaha, mengartikulasikan kemampuannya sehingga rakyat mampu meningkatkan taraf hidupnya sendiri secara bermartabat dan hidup sebagai manusia seutuhnya serta dapat menjalani hidup sebagai Khalifatul fil ard.

"Hanya dengan sikap seperti itulah kita dapat merubah sebuah peristiwa politik seperti Pilpres dan Pileg sebagai sebuah setting kelompok per kelompok menjadi sebuah peristiwa budaya. Harus ada kelompok masyarakat yang memiliki keberanian, kejernihan pikir dan kejernihan sikap untuk melakukan breaking ice terhadap kebekuan budaya politik selama ini. Hanya dengan demikian pula rakyat dapat menjaga presiden terpilih dari gangguan para the takers (pengambil manfaat) yang begitu ketat membayangi setiap setting politik nasional. Dan inisiatif kelompok masyarakat itu dimulai oleh TIM," pungkasnya. ***

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77