Polda Riau Tetapkan ES Sebagai DPO Terkait Penyerobotan Tanah Milik Lukman Abbas

PEKANBARU - Setelah dua kali mangkir dari panggilan polisi, ES ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Kepolisian Daerah (Polda) Riau.

Kabid Humas Polda Riau, Kombes Sunarto ketika dikonfirmasi membenarkan penetapan DPO terhadap tersangka pemalsuan SKGR dan penyerobotan lahan ES.

Penetapan DPO ES berdasarkan surat yang dikeluarkan Polda Riau dengan nomor : DPO/68/IX/2019/Reskrimum tertanggal 6 September 2019 yang ditandatangani oleh Plh Direskrimum Polda Riau AKBP Dr Azwar SH MSi.

‘’Iya benar penetapan DPO terhadap tersangka ES sudah ditertibkan sejak 5 September lalu," kata Sunarto kepada GoRiau.com, Senin (9/9/2019) siang.

Adapun tertera dalam surat tersebut ES berciri-ciri sebagai berikut, badan gempal, rambut hitam lurus, kulit putih dengan tinggi badan 170 centimeter.
Apabila yang bersangkutan berada di wilayah atau kabupaten, mohon dilakukan penangkapan dan memberitahukan informasi secepatnya kepada Ditreskrimum Polda Riau.

Terpisah Pengacara Lukman Abbas, Muslim Amir,SH, mengatakan kepada wartawan bahwa pihaknya telah menerima surat tembusan dari Polda Riau terkait penetapan DPO tersangka ES.

"Iya sudah terima surat tembusan dari Polda Riau. Kita berharap yang ES segera ditemukan dan ditahan untuk proses hukum selanjutnya. Dan jika ada indikasi untuk melarikan diri ke luar negeri, pihak imigrasi bisa melakukan pencekalan," ujar Muslim saat diwawancarai Wartawan Senin (9/9/2019) sore.

Untuk diketahui, tersangka dugaan kasus pemalsuan surat tanah, ES sudah dua kali mangkir dari panggilan penyidik Polda Riau. Padahal, ia sudah ditetapkan tersangka atas dugaan kasus pemalsuan surat tanah dan penyerobotan lahan seluas 12 hektare milik Lukman Abbas di Tenayan Raya, Pekanbaru, sejak 7 Mei 2019 lalu.

Pasca-penetapannya sebagai tersangka, ES sempat melakukan upaya hukum dengan mempraperadilkan Polda Riau di PN Pekanbaru. Namun kemudian ditolak dan PN Pekanbaru justru memperkuat penetapan tersangka yang telah dilakukan Polda Riau, sesuai dengan putusan PN Pekanbaru nomor 08/Pid.Prap/2019/PN Pbr, pada tanggal 4 Juli 2019.

Dalam amar putusannya, Hakim Praperadilan PN Pekanbaru Estiono, SH, MH, menyatakan menolak permohonan praperadilan pemohon (ES), dan juga memutuskan bahwa penetapan tersangka terhadap pemohon (ES) yang dilakukan termohon (Polda Riau) sebagaimana tercantum pada surat panggilan nomor: S.Pgl/443/VI/2019/Reskrimum, tanggal 13 Juni 2019 adalah sah secara hukum.

Pemalsuan tanda tangan kasus yang menyeret ES untuk kesekian kalinya ke ranah hukum tersebut, menurut Muslim, terjadi pada tahun 2018 silam. Tanah milik Lukman Abbas seluas 12 hektar di Jalan 70 Kelurahan Industri Tenayan Raya Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru dengan status SKGR yang dibelinya pada tahun 2009, telah diklaim oleh ES sebagai miliknya yang menurut pengakuannya dibeli dari Tengku Makmur (almarhum).

Namun faktanya, tanah tersebut tidak pernah dijual Lukman Abbas kepada ES. Penyelidikan yang dilakukan Polda Riau terhadap kasus dugaan pemalsuan lahan yang dilaporkan korban tersebut kemudian menemukan adanya dugaan tindakan pemalsuan dokumen surat tanah pada SKRG an ES.

Hasil pemeriksaan uji laboratorium di Lab Forensik Medan yang diminta penyidik Polda Riau terhadap surat SKGR a.n. ES juga menyatakan adanya ketidaksesuaian tanda tangan sejumlah saksi di surat tanah tersebut, termasuk tanda tangan Lukman Abbas.

Dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan yang dilakukan Polda Riau terhadap 18 saksi, penyidik kemudian meningkatkan status kasus tersebut menjadi penyidikan serta menetapkan ES sebagai tersangka karena diduga keras melakukan tindak pidana pemalsuan dan penyerobotan tanah sesuai pasal 263 dan atau pasal 385 KUHP.

Namun ES yang kemudian dipanggil penyidik untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka tak pernah datang memenuhi panggilan. "Sudah dua kali dipanggil tersangka belum memenuhinya," kata Pengacara Lukman Abbas, Muslim Amir,SH.

ES pertama kali dipanggil penyidik pada 13 Juni 2019 namun tidak memenuhi panggilan tersebut.

Begitu juga panggilan kedua pada tanggal 21 Juni 2019. Justru ES kemudian malah mengajukan permohonan praperadilan terhadap penetapan dirinya sebagai tersangka. Namun dengan ditolaknya praperadilan oleh PN Pekanbaru, kini tak ada alasan bagi ES untuk menghindari jerat hukum terhadap dirinya.

Jemput Paksa

Pengamat hukum Dr Suhendro SH MHUM ketika diminta tanggapannya mengatakan apabila seorang tersangka telah dipanggil penyidik namun tidak memenuhi panggilan tersebut, dapat dilakukan pemanggilan paksa. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP.

"Untuk pro justicia, apabila seorang tersangka tidak memenuhi panggilan polisi, dapat dilakukan upaya pemanggilan atau jemput paksa. Ini menurut ketentuan dalam KUHAP," kata Suhendro.

Jika polisi tidak berhasil menemukan tersangka, maka kata Suhendro, polisi dapat menerbitkan status DPO (Daftar Pencarian Orang). Kemudian dikordinasikan dengan pihak Imigrasi apabila ada indikasi tersangka akan melarikan diri ke luar negeri.

Ditambahkan nya, untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka dalam kasus pidana, penyidik kepolisian tentu saja telah mengantongi bukti permulaan setidaknya dua alat bukti.

Dengan demikian, sambungnya, polisi diberi kewenangan untuk melakukan penangkapan dan penahanan demi proses hukum selanjutnya atau pro justicia. ***