Memutus Mata Rantai Covid-19, Ketua MPR Minta Pemerintah Implementasikan Kebijakan PSSB
Penulis: Muslikhin Effendy
Karena setiap hari di Indonesia terjadi penambahan kasus positif Covid-19. Sebelum ada obat dan vaksin yang efektif untuk menghadang Covid-19 ditemukan, pembatasan sosial dinilai masih menjadi cara ampuh untuk memutus mata rantai penularan.
Demikian diungkapkan Bamsoet, Selasa (07/4/2020) di Jakarta. "Jangan sampai terjadi gelombang kedua pandemi Covid-19 di berbagai daerah di Jawa, akibat tidak adanya kesadaran individu-individu perantau untuk tidak mudik dan tetap abai melakukan pembatasan sosial," ujarnya.
"Untuk itu, pemerintah harus terus berusaha mengejar ketertinggalan sistem kesehatan untuk dapat menemukan dan memisahkan mereka yang telah terinfeksi dari populasi yang belum terinfeksi, seperti dengan memperluas cakupan pemeriksaan jemput bola ke rumah-rumah warga yang disesuaikan dengan protokol kesehatan guna mempercepat penemuan kasus, sehingga dapat segera ditangani oleh petugas kesehatan dan tidak menyebar luas," timpal Bamsoet.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah kata Bamsoet, harus fokus dalam memutus rantai penyebaran Covid-19 agar tidak meluas ke daerah-daerah.
"Jalan satu-satunya Pemerintah harus segera mengimplementasikan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB," tukasnya.
Ia juga mengimbau dan memperingatkan masyarakat untuk dapat melaksanakan serta mematuhi kebijakan pemerintah tentang PSBB dan anjuran untuk tidak melakukan mudik lebaran, mengingat pelanggaran terhadap kebijakan tersebut dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan Pasal 93 dan Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
"Kita juga mendorong, agar pemerintah merealisasikan skrining komunitas dan peningkatan jumlah laboratorium beserta alat/penunjang diagnosis, rumah sakit, serta fasilitas karantina lain yang mampu mengakomodasi kebutuhan layanan kesehatan, mengingat kemampuan tersebut juga akan meningkatkan efektivitas pemotongan rantai penularan karena mereka yang terinfeksi tidak dapat lagi menularkan melalui isolasi dan karantina," tukasnya.
Terakhir, Ia mengimbau semua elemen masyarakat agar saling mendukung secara sosial untuk melakukan pembatasan fisik, melakukan tindakan pencegahan komunitas serta kewajiban menggunakan masker ketika harus beraktivitas di ruang publik, sebagai upaya meningkatkan kesadaran kolektif warga dengan membatasi aktivitas.***
Kategori | : | Peristiwa, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta |