Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
13 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
2
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
12 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
3
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
13 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
4
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
14 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
5
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
12 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
6
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
15 jam yang lalu
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
Home  /  Berita  /  Pemerintahan

900 Ribu Orang Sudah Colong Start, Bukti Larangan Mudik Telat?

900 Ribu Orang Sudah Colong Start, Bukti Larangan Mudik Telat?
Ilustrasi.(istimewa)
Rabu, 22 April 2020 15:40 WIB
JAKARTA - Pemerintah baru saja melarang kegiatan mudik, khususnya di wilayah Jabodetabek yang sudah menjadi zona merah virus Corona. Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Yayat Supriyatna menilai kebijakan ini cukup terlambat dilakukan, pasalnya sudah ada 900 ribu orang yang pulang kampung duluan.

"Apakah kebijakan ini telat atau tidak? yang jelas sudah 900 ribu orang mudik terlebih dahulu kalau data Kemenhub," ungkap Yayat dalam diskusi online dengan YLKI, Rabu (22/4/2020).

Faktor kesulitan ekonomi menjadi biang kerok warga terpaksa mudik. Yayat menjelaskan semenjak pemerintah mengumumkan situasi darurat, kebijakan belajar hingga kerja di rumah pun mulai banyak diterapkan. Hal ini membuat banyak pekerja informal kehilangan pekerjaan.

Sementara itu, untuk bertahan hidup di Jakarta sangat sulit. Tak bisa bertahan akhirnya 900 ribu orang ini mudik ke kampung halaman.

"Ketika sekolah, kampus diliburkan, semua sektor UMKM informal semua pekerjanya itu nggak ada pilihan untuk bertahan. Akhirnya mau nggak mau mereka pulang," jelas Yayat.

Kemudian Yayat mengingatkan agar pemerintah jangan hanya memberikan sembako kalau mau menahan bahkan melarang mudik. Menurutnya, salah satu instrumen terbesar biaya hidup di Jakarta adalah penyewaan hunian, alias biaya kontrakan.

"Persoalan mendasar bagi pemudik bukan hanya sembakonya saja. Bagi kelompok migran yang ngontrak bulanan ini nggak ada yang bantu, ini cost untuk bertahan di luar sembako juga besar," kata Yayat.

"Biaya ini kalau tidak terpenuhi bisa membuat mereka tetap nekat pulang kampung," ujarnya.***

Editor:Muslikhin Effendy
Sumber:Detik.com
Kategori:Peristiwa, Ekonomi, Pemerintahan, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/