Aturan Pajak Penjual Pulsa Disebut sebagai Dampak dari Utang Negara
"Ngutang ugal-ugalan dengan bunga kemahalan, neraca primer negatif selama 6 tahun, akhirnya kepepet. Menkeu Sri Mulyani tekan sing printil-printil seperti pajakin rakyat kecil yang pakai token listrik dan pulsa," kata Rizal, Sabtu (30/1/2021), sebagaimana dikutip dari cnnindonesia.com.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.03/2021 yang mengatur Pajak Penghasilan (PPh) penjual pulsa dan kartu perdana alias konter pulsa. PMK ini mulai berlaku pada 1 Februari 2021 mendatang.
"Atas penjualan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua yang merupakan pemungut PPh Pasal 22, dipungut PPh Pasal 22," bunyi Pasal 18 Ayat 1 aturan tersebut.
Terkait hal ini, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kemenkeu RI, Hestu Yoga Saksama menjelaskan, PPh ditagihkan kepada level distribusi, adapun pelaku usaha cilik yang memiliki Izin usaha mikro dan kecil (IUMK) tidak akan dikenakan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,5 persen.
"Kalau pengecer kecil dan merupakan wajib pajak yang selama ini menggunakan PPh UMKM yang 0,5 persen, maka dia tidak akan dipotong," kata Hestu.***
Editor | : | Muhammad Dzulfiqar |
Kategori | : | DKI Jakarta, GoNews Group, Nasional, Ekonomi |