Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
18 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
2
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
18 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
3
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
20 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
4
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
19 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
5
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
21 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
6
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah
Olahraga
18 jam yang lalu
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah
Home  /  Berita  /  GoNews Group
Sidang Paripurna ke-9 DPD RI

DPD RI Menolak Disahkannya Dua Undang-Undang yang Dianggap Cacat Formil

DPD RI Menolak Disahkannya Dua Undang-Undang yang Dianggap Cacat Formil
Wakil Ketua Komite II DPD RI, Anna Latuconsina saat membacakan laporan perkembangan pelaksanaan tugas Komite II pada Sidang Paripurna Ke-9 DPD RI.
Kamis, 17 Maret 2016 22:23 WIB
Penulis: Daniel Caramoy
JAKARTA- DPD RI menyampaikan keberatan atas disahkannya UU Tapera dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Pembahasan kedua UU itu dinilai cacat formil karena tidak sesuai dengan mekanisme pembahasan RUU yang telah diamanatkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Komite II DPD RI pun akan mempertimbangkan kembali dan melakukan judicial review kepada MK. Penolakan atau keberatan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komite II DPD RI, Anna Latuconsina saat membacakan laporan perkembangan pelaksanaan tugas Komite II pada Sidang Paripurna Ke-9 DPD RI Kamis sore (17/03/2016).

Anna menjelaskan, MK dalam putusannya menyatakan DPD RI memiliki kewenangan yang sama dalam pengajuan RUU. Selain itu, DPD RI memiliki kewenangan untuk ikut membahas RUU dari awal sampai akhir pembahasan.

“Pembahasan UU Tapera dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam tidak memenuhi kedua unsur yang disebutkan dalam putusan MK. Oleh karena itu, Komite II DPD RI akan melakukan langkah-langkah konstitusional dengan mempertimbangkan kemungkinan diajukannya uji materiil atau judicial review kepada MK," tegas Anna.

Selain cacat formil, kedua UU tersebut juga secara materil dianggap mengandung beberapa muatan yang perlu mendapatkan perhatian oleh DPD RI.

Terkait UU Tapera, Komite II DPD RI menilai substansi UU Tapera tidak mengakomodasi tentang ketersediaan dan kepemilikan tanah, dan kestabilan harga tanah. UU Tapera juga dianggap mengalami tumpang tindih dengan UU BPJS, terutama dalam hal iuran.

“UU Tapera juga harus mampu memprioritaskan kepentingan ketersediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah, bukan hanya kepada kepentingan ekonomi. Tidak adanya unsur masyarakat sebagai peserta Tapera dalam struktur Badan Pengelola (BP) Tapera menunjukkan belum adanya keadilan bagi peserta Tapera,” jelas Anna.

Sedangkan terkait UU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Anna menjelaskan bahwa pihaknya sudah lama menyadari pentingnya perlindungan untuk nelayan.

“Jauh sebelum DPR menyiapkan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, DPD RI telah menyiapkan Naskah Akademik dan Draft RUU itu untuk dibahas bersama pemerintah dan DPR. Namun kemudian RUU ini menjadi usul inisiatif DPR, sementara pada saat pembahasan Prolegnas, DPR maupun Pemerintah belum memiliki Naskah Akademik dan draft RUU,” ungkapnya.

 Meski demikian, Anna menjelaskan bahwa ada perbedaan substansi antara UU yang ditetapkan pemerintah dan DPR dengan draft RUU inisiatif DPD RI.

Dalam draft RUU inisiatif DPD RI terdapat ketentuan mengenai dana bantuan langsung yang diperuntukkan untuk nelayan, Kelompok Usaha Bersama (KUB) Nelayan, dan koperasi perikanan.

"Selain itu, DPD RI juga memasukkan ketentuan tentang penyelesaian sengketa antar nelayan yang diselesaikan melalui pertemuan langsung antara para pihak yang bersengketa, termasuk larangan dan sanksi bagi nelayan yang menyalahgunakan bantuan dari pemerintah dan pemda atau menggunakan fasilitas penangkapan ikan yang berpotensi merusak lingkungan,” tukasnya. ***

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/