Sidang Lanjutan Kasus Sahat Gurning, Saksi Tidak Paham Kriteria Lambang Negara
Penulis: Kamal
Dalam sidang agenda mendengarkan keterangan saksi ini, JPU (Jaksa Penuntut Umum), Zulhelmi Sinaga menghadirkan Budi Anto Sembiring nggota Satuan Intelejen Keamanan (Sat - Intelkam) Kepolisian Resor (Polres) Toba Samosir (Tobasa) sebagai saksi.
Dalam keterangannya, saksi mengaku mendapat perintah dari pimpinan untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus itu.
"Saya dan rekan yang lain diperintahkan oleh pimpinan untuk melakukan penyelidikan kasus ini, Pak," ujar saksi menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim,
Derman Nababan.
Sayangnya, saksi dalam hal ini yang merupakan anggota Polri tidak memahami kriteria lambang negara. Hal itu terlihat setelah majelis hakim menanyakan kepada saksi, soal kriteria burung garuda sebagai lambang negara.
"Saudara saksi tau seperti apa kriteria burung garuda yang disebut sebagai lambang negara? Bulunya harus berapa? Sayapnya harus berapa? Saudara tau itu?," tanya majelis hakim.
"Kalau itu saya kurang paham, Pak," jawab saksi.
Sementara jawaban saksi terhadap beberapa pertanyaan Penasihat Hukum terdakwa kebanyakan 'tidak tahu'. Saksi yang ditugaskan untuk menyelidiki kasus dugaan pelecehan burung garuda sebagai lambang negara, ternyata tidak pernah membaca UU No 24 Tahun 2009 yang mengatur tentang lambang negara.
Keterangan saksi di persidangan juga berbeda dengan keterangan saat di Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Tadi saudara saksi mengatakan, bahwa saudara tidak ada bertanya kepada terdakwa saat saudara dan rekan-rekan mendatangi rumah terdakwa. Sementara di dalam BAP, saudara saksi ada menyampaikan pertanyaan kepada terdakwa. Mana yang benar?" tanya penasihat hukum terdakwa.
Menjawab itu, saksi mengaku tidak tahu. "Kalau itu saya tidak tau, Pak," jawab saksi.
Tak hanya soal burung garuda sebagai lambang negara, saksi juga tidak memahami soal pengaturan bendera merah putih sebagai bendera negara Republik Indonesia sesuai dengan yang diatur dalam UU No. 24 Tahun 2009 pasal 4 ayat 3 soal ukuran bendera merah putih sebagai bendera negara.
Hal menarik lain dalam persidangan ini terlihat, saat JPU mengaku keberatan dengan pertanyaan-pertanyaan penasihat hukum.
K''Kami keberatan dengan pertanyaan-pertanyaan penasihat hukum, kami menilai jika penasihat hukum mengarahkan pertanyaan bahwa penetapan lambang negara itu harus sesuai dengan UU," ujar penasihat hukum. Sayangnya ketua majelis hakim tidak memberikan kesempatan kepada penasihat hukum terdakwa untuk menjawab keberatan JPU.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU, terdakwa didakwa melanggar 68 UU RI No. 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaan dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.
Sementara, penasihat hukum terdakwa, Sri Falmen Siregar SH menyatakan, jika dalam kasus ini clientnya tidak melakukan penghinaan atau pelecehan terhadap lambang negara. "Itu bukan lambang negara, karena lambang negara sudah jelas diatur di dalam UU dan tidak perlu lagi ditafsirkan," ujarnya.
Sementara, pakar sosial politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar mengatakan bahwa apa yang dilakukan Sahat adalah satu bentuk kekecewaannya terhadap pemerintah yang tidak mengaplikasikan Pancasila sebagai lambang negara.