Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
16 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
2
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
17 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
3
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
16 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
4
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
17 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
5
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
18 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
6
Mahesa Jenar Terlecut Dukungan Panser Biru
Olahraga
17 jam yang lalu
Mahesa Jenar Terlecut Dukungan Panser Biru
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Terlalu Mahal Biaya Pemilu dan Pilpres, Sri Sultan: Indonesia Harus Kembali ke Demokrasi Pancasila

Terlalu Mahal Biaya Pemilu dan Pilpres, Sri Sultan: Indonesia Harus Kembali ke Demokrasi Pancasila
Sri Sultan Hamengkubuono X saat memberikan sambutan Press Gatering Wartawan Parlemen. (GoNews.co)
Jum'at, 19 Oktober 2018 22:56 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
YOGYAKARTA - Pada malam pembukaan Press Gatering Pimpinan MPR dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Eastparch Hotel, Yogyakarta, Jumat (19/10/2018) malam, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuono X, menyoroti soal sistem pemilu dan demokrasi di Indonesia saat ini.

Menurutnya, saat ini begitu mahal biaya demokrasi di Indonesia. Sebab kata Sri Sultan cukup banyak anggaran yang harus digelontorkan calon legislatif (caleg) dan calon kepala daerah saatu pesta demokrasi itu.

Menurutnya, sistem demokrasi itu tidaklah harus mencontek negara lain. Karena hematnya, Indonesia sudah punya Pancasila.

"Indonesia harus kembali ke demokrasi Pancasila sebagai jati bangsa. Kalau Demokrasi Amerika ala mereka sendiri, kalau Tiongkok berdemokrasi ala mereka, kita juga bisa berdemokrasi dengan ala kita sendiri," kata Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam sambutannya.

Sri Sultan juga mengatakan, Indonesia saat ini menerapkan sistem demokrasi langsung yang merujuk sistem demokrasi kebarat-baratan.  Demokrasi langsung ini ungkap Sultan, pada satu sisi diharapkan dapat melahirkan partisipasi rakyat dalam menentukan pemimpinnya. Namun dari kedaulatan dalam negara demokrasi dan  pada sisi yang lain, ongkos demokrasi langsung sangat mahal. 

"Efeknya, barter kuasa antara kedaulatan rakyat dengan uang kandidat kepala daerah menjadi sesuatu yang sulit terhindarkan," katanya.

Indonesia kata dia, sudah seharusnya kembali kepada demokrasi Pancasila berdasarkan musyawarah mufakat. Dimana untuk mencari pemimpin, dihargainya hak perorangan merupakan hal yang sangat baik, karena dengan begitu pendapat rakyat kini bisa didengar dan harus dipenuhi oleh pemerintah yang bersangkutan.

Dalam hal ini, contoh konkritnya adalah adanya pemilihan umum, yang mana suara rakyatlah yang sangat diperhitungkan daripada pamor si calonnya. "Indonesia harus punya sistem demokrasi sendiri yang jati diri bangsa. Karena itulah yang cocok dengan nilai-nilai bangsa," ujarnya.

Sultan juga berharap agar Pemilu Serentak 2019 berjalan aman dan nyaman bagi masyarakat Indonesia. Kemudian Sultan juga meminta kepada masyarakat Indonesia, agar siapapun calon presiden dan wakil presiden terpilih nanti, untuk bisa menerima dengan lapang dada dan menghentikan perpecahan yang ada.

"Kalau dalam aspek pemilu tahun depan, saya sebagai Sultan sekaligus kepala daerah, punya harapan bagaimana pemilu tahun depan  berlangsung aman dan nyaman bagi publik sehingga memberikan ruang publik tidak merasa takut keluar rumah untuk mencari kerja," tegasnya.

"Kedua, saya berharap, pemilu mendatang juga berjalan aman damai dan memberikan pekerjaan yang lebih ringan kepada aparat keamanan," paparnya.

Sejatinya kata Sultan, siapapun Presiden dan Wakil Presiden terpilih, adalah wakil dari semua lapisan masyarakat. "Jadi bukan hanya mewakili para pemilih atau pendukungnya saja, tapi juga mewakili pihak oposisi. Kan selama ini yang terjadi, orang-orang yang duduk di kabinet rata-rata tidak satupun dari oposisi," ujarnya.

Ia mencontohkan, saat PAN yang sebelumnya berkoalisi dengan pemerintah dan tiba-tiba menjadi satu barisan dengan oposisi, maka si menteri dari PAN diharuskan mundur. "Ini kan enggak ada aturan dan larangan harus mundur. Itu murni hak Presiden. Kedepan saya pikir hal-hal seperti ini jangan terulang. Bahkan kalau bisa, saran sekecil apapun dari oposisi harus diakomodir," tegasnya. ***

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/