Ada Aturan yang Dilanggar jika Mudik Dilarang, Negara Harus Beri Kompensasi
Hal itu diungkapkan Aktivis Kemanusiaan AWR Foundation, Nukila Evanty dalam pesan singkat yang diterima GoNews.co, Minggu (29/3/2020).
Dengan membatasi mudik, menurut Nukila, pemerintah telah membatasi hak bergerak warga negara dan ruang manusia sebagaimana yang sudah dijamin. "Pemerintah telah membatasi nilai moral seorang anak harus sungkeman, berkumpul dengan keluarganya, serta merasa aman dan nyaman dengan keluarga besarnya pada saat lebaran,".
"Pemerintah harus ingat bahwa hak bergerak itu, mau kekampung halaman pun, dijamin dalam Pasal 13 Deklarasi HAM universal (UDHR)," tandas Nukila.
"Everyone has the right to freedom of movement and residence within the borders of each State. Everyone has the right to leave any country, including his own, and to return to his country," kata Nukila.
UDHR mungkin hanya dianggap sebagai sebuah pernyataan yang bersifat anjuran. Tapi faktanya, pernyataan bersama yang berisi 30 pasal itu, diadopsi oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Di Indonesia, kata Nukila, hak atas kebebasan bergerak dan berpindah bagi warga negara juga dijamin melalui Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik dalam UU No 12 tahun 2005.
Ia tak menampik bahwa di satu sisi ada kepentingan besar negara Indonesia yang dalam situasi Corona, untuk juga menjamin hak kesehatan warga negara yang tengah terancam. Sehingga, menurut Nukila, jika Mudik memang harus dilarang, maka "negara harus 'membayar' pengorbanan warga negara tersebut,".
"Dengan cara apa? Pertama, sosialisakan dulu kenapa dilarang dan bagaimana penanganan untuk warga yang telah mudik duluan. Kedua, mengalokasikan anggaran untuk kompensasi per kepala keluarga, anggaran kesehatan dan kebutuhan dasar," kata Nukila.***
Editor | : | Muhammad Dzulfiqar |
Kategori | : | GoNews Group, Umum, Hukum, Politik, DKI Jakarta |