Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
Olahraga
18 jam yang lalu
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
2
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
Olahraga
19 jam yang lalu
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
3
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
Pemerintahan
15 jam yang lalu
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
4
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
Olahraga
13 jam yang lalu
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
5
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
Olahraga
15 jam yang lalu
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
6
Billie Eilish Unjuk Kedalaman Emosional di Album Terbaru 'Hit Me Hard and Soft'
Umum
13 jam yang lalu
Billie Eilish Unjuk Kedalaman Emosional di Album Terbaru Hit Me Hard and Soft
Home  /  Berita  /  Hukum

Laporan Penipuan 'Online' Lebih Tinggi dari Laporan Konten Provokatif

Laporan Penipuan Online Lebih Tinggi dari Laporan Konten Provokatif
Ilustrasi patroli siber. (gambar: ist.)
Rabu, 30 Desember 2020 09:53 WIB

JAKARTA - Wakil ketua fraksi PKS DPR RI, Sukamta menyatakan, mengurusi ribuan penipuan online yang merugikan rakyat hingga trilliunan rupiah adalah tugas polisi siber yang lebih utama dari kontra wacana di media sosial (medsos).

"Dalam 5 tahun terakhir jumlah laporan mencapai 13.520 dengan total kerugian mencapai 1.17 trilliun. Dari laporan tersebut laporan penipuan online mencapai 7.047 laporan, lebih banyak dari laporan penyebaran konten provokatif yang tercatat sebanyak 6.745 kasus," kata Sukamta dikutip dari rilisnya, Rabu (30/12/2020).

Sukamta menyatakan, fokus polisi siber yang lebih berat pada penindakan terhadap suara-suara kritis terhadap pemerintah, bisa mengkebiri kebebasan berpendapat rakyat.

"Indeks kebebasan sipil Indonesia tahun 2019 menurun dibandingkan tahun 2018 akibat dari kebebasan masyarakat dalam menyuarakan pendapat merasa dihalangi atau takut bersuara. Bahkan kini jarang kita mendengar suara kritis dari akademisi, ulama, intelektual. Memilih diam, tidak berpendapat kritis terhadap pemerintah agar aman dari pasal-pasal karet dalam UU ITE tajam dipergunakan untuk menjerat mereka yang kritis kepada pemerintah namun tumpul kepada pembela penguasa. Hal ini menjadi perseden buruk bagi kebebasan berpendapat, kebebasan berdemokrasi yang di jamin UUD 1945," kata Sukamta.

Sebelumnya, Sukamta mencatat, Menko Polhukam Mahfud MD mengeluarkan pernyataan bahwa polisi siber akan semakin digencarkan di tahun 2021 mendatang. Polisi siber yang dimaksud Mahfud berupa kontra narasi yang nantinya akan bertugas mengawasi kabar yang beredar di media sosial khususnya yang tidak benar.***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Kategori:Hukum, Politik, Nasional, GoNews Group, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/