Kata Wakil Ketua MPR mengenai Amandemen UUD 1945
"Setelah amandemen keempat, tidak ada lagi amandemen. Cuman rekomendasi yang (ada, red), salah satunya yang urgen itu adalah PPHN atau menghidupkan kembali GBHN. Berarti pengen (konstitusi/UUD 1945, red) yang lalu dong, kan gitu! Sebagian bilang berarti kepingin yang lalu dong, kan begitu sebagian bilang, berarti yang lalu sudah benar kenapa diganti?" kata Jazilul dalam sebuah diskusi di Media Center 'Senayan', Jakarta, Jumat (19/3/2021).
Politisi yang akrab disapa Gus Jazil ini menjelaskan, jika sudah ada rekomendasi mengenai GBHN (Garis Besar Haluan Negara) atau PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara) dan jika merujuk pada konstitusi lampau, maka presiden bertanggung jawab pada MPR RI.
"Kalau dalam struktur yang lama berarti presiden harus bertanggungjawab kepada MPR, makanya penting GBHN ketika itu," ujar Gus Jazil.
Untuk diketahui, dalam UUD 1945 amandemen ke-3, presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Ini adalah amanat Pasal 6A ayat (1). Adapun MPR, sebagaimana pasal 3 ayat (2) dan (3) UUD 1945 amandemen ke-3 dan ke-4, diberi kewenangan untuk melantik dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden RI.
Adapun dalam UUD 1945 versi lawas, tepatnya pada Pasal 6 ayat (2) diatur; "Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak.".
Adapun pengaturan mengenai GBHN dalam konstitusi lawas tersebut, diatur dalam Pasal 3 dengan bunyi; "Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara.". Aturan mengenai haluan negara ini, tak lagi tersedia di UUD 1945 yang berlaku saat ini.***
Editor | : | Muhammad Dzulfiqar |
Kategori | : | DKI Jakarta, MPR RI, Politik |