Pemulihan Ekonomi Dibayangi Inflasi dan Faktor Eksternal
"Kami prediksikan suku bunga acuan bisa mencapai 5% pada akhir tahun," kata Faisal, sebagaimana dikutip GoNEWS.co di Jakarta.
Baca Juga: PKS Dorong Intensif bagi Daerah Berbasis Ekonomi Laut
Baca Juga: Ekomon Optimis UU PDP Tumbuhkan Ekonomi Digital, Tapi Butuh Badan Pengawas Data
Penyebabnya, kata Faisal, tekanan eksternal berlanjut dari lebih agresifnya banyak bank sentral di negara-negara besar dalam menaikkan suku bunganya yang berujung pada risk off sentiment pada negara sedang berkembang termasuk Indonesia (capital outflow).
"Selain itu, fear of global recession juga menaikan risiko turunnya surplus neraca dagang akibat turunnya permintaan dan turunnya harga komoditas. Kedua hal tersebut memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah," jelas Faisal.
Baca Juga: Pemerintah: Ekonomi Indonesia Terus Tumbuh
Baca Juga: Terapkan PHK, Penjelasan Shopee Indonesia Singgung Ekonomi Dunia
Dia menambahkan, dari sisi domestik, inflasi masih diperkirakan akan terus berlanjut tinggi sehingga inflasi dapat mencapai 6,27% pada akhir tahun.
Sementara itu, musim dingin di belahan dunia Barat diprediksi akan membuat inflasi di negara Barat naik. Di Indonesia sendiri, musim hujan dan libur Natal dan liburan tahun baru 2023 sendiri diperkirakan akan mendorong inflasi.
Baca Juga: Jokowi Senang Airlangga Maju Pilpres, Pengamat: Kinerja Ekonomi Jadi Alasan
Baca Juga: Masuki Endemi, Ekonomi Digital Diyakini Makin Kuat
"Musim hujan atau basah seperti sekarang ini dapat memberikan tekanan bagi produksi pangan. jadi tekanan inflasi dari pangan masih akan berisiko menaikkan inflasi. selain itu ada pula libur nataru juga memberikan dampak seasonal atau musiman dimana permintaan biasanya naik sehingga meningkatkan demand pull inflation," jelas Faisal.
Inflasi tinggi dan perlambatan ekonomi menjadi tantangan bagi negara-negara di seluruh dunia. Baru-baru ini Bank Dunia menurunkan lagi proyeksi pertumbuhan China dan Asia pada umumnya. Perang antara Rusia dan Ukraina pun masih terus berlanjut. Namun kata Faisal, masih ada peluang perekonomian Indonesia tumbuh di tengah tantangan global tersebut.
Baca Juga: Pembangunan Infrastruktur Dukung Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Pastikan Percepatan
Baca Juga: Antisipasi Guncangan Ekonomi, Pemerintah Diminta Perkuat Pendekatan Countercyclical
Jika perang Rusia dan Ukraina masih berlanjut, kemungkinan permintaan energi dari Indonesia oleh global masih ada meski terjadi perlambatan dari China. Ini menjadi ini salah satu alasan yang membuat kita bisa mempertahankan surplus neraca dagang berbulan-bulan. Peluang surplus masih ada, namun menyusut di ke depannya," ungkap Faisal.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan keberhasilan menekan angka inflasi volatile food menjadi salah satu faktor penurunan tingkat inflasi.
Baca Juga: DPR Dorong Kerajaan dan Kesultanan Perkuat Ekonomi Kreatif
Baca Juga: Energy Watch Apresiasi Menko Perekonomian Dukung Kendaraan Listrik
Ketum Golkar itu juga mengungkapkan terus memonitor pergerakan harga komoditas pangan agar dapat segera melakukan antisipasi apabila terjadi lonjakan harga, serta menjaga rantai pasok terutama komoditas pangan.
Pemerintah pusat melalui TPIP-TPID akan terus memperkuat koordinasi maupun sinergi program kebijakan untuk stabilisasi harga dan melakukan perluasan kerja sama antar daerah (KAD), terutama untuk daerah surplus/defisit dalam menjaga ketersediaan suplai komoditas.
"Seiring upaya TPIP dan TPID dalam melakukan extra effort pengendalian inflasi, kita akan terus menekan inflasi volatile food agar dapat mencapai komitmen awal pada HLM TPIP Maret lalu yang sebesar 3%-5%," ungkap Airlangga.***
Editor | : | Muhammad Dzulfiqar |
Kategori | : | Ekonomi, Nasional, DKI Jakarta |