Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
19 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
2
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
19 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
3
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
20 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
4
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
20 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
5
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
21 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
6
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah
Olahraga
19 jam yang lalu
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah
Home  /  Berita  /  Opini

Kerusakan Ekologis, Imunitas Anak-Cucu dan Kewajiban Negara

Kerusakan Ekologis, Imunitas Anak-Cucu dan Kewajiban Negara
Kamis, 03 September 2020 15:00 WIB
Penulis: Bambang Soesatyo
VAKSINASI seluruh rakyat Indonesia untuk mencapai kekebalan terhadap virus corona harus menjadi bagian tak terpisah dari kewajiban dan investasi negara melindungi serta merawat kesehatangn warga negara.

Kerusakan ekologis yang menghadirkan ragam virus menuntut negara untuk terus meningkatkan daya tahan atau imunitas generasi anak-cucu. Karena itu, pemerintah perlu didorong untuk bekerja all out agar target minimal vaksinasi 70 persen penduduk atau 170 juta warga pada 2021 bisa direalisasikan demi terwujudnya kekebalan kelompok (herd immunity) dari virus Corona.

Bahkan, akan lebih ideal jika lebih dari 260 juta jiwa total penduduk Indonesia saat ini bisa menerima vaksin Corona. Apalagi jumlah kasus Covid-19 di dalam negeri terus bertambah dengan skala yang terus membesar. Per Rabu (2/9), kasus positif sudah mencapai jumlah 180.646. Pada tingkat gobal, kecenderungannya juga sama, karena total kasus Covid-19 pekan ini sudah melampaui jumlah 25,8 juta penderita dengan total kematian 858.000 pasien.

Beberapa hari lalu, PT Bio Farma menjelaskan bahwa Sinovac dari Tiongkok hanya akan memasok 260 juta bulk atau bahan baku vaksin ke Indonesia hingga akhir 2021. Artinya, untuk mencapai target vaksinasi minimal 70 persen, total pasokan bahan baku itu jelas masih kurang.

Oleh karena per orang harus menerima dua kali vaksinasi sesuai standar WHO, jumlah itu hanya bisa menjangkau 130 juta penduduk. Sedangkan kekebalan kelompok yang ideal adalah 70 persen dari total penduduk. Artinya, minimal jumlah penduduk Indonesia yang harus menerima dua kali vaksinasi mencapai jumlah minimal 170 juta jiwa.

Kekurangan bahan baku vaksin itu tentu saja harus segera diatasi. Bahkan pemerintah didorong untuk bergerak cepat mengamankan dan memastikan ketersediaan bahan baku vaksin Corona. Setelah bekerjasama dengan Sinovac, pemerintah hendaknya segera melakukan pendekatan dengan produsen lain guna mengamankan dan memastikan ketersediaan bahan baku vaksin corona.

Gerak cepat sangat diperlukan karena produsen vaksin Corona di negara lain pun diperkirakan terus berbelanja bahan baku vaksin Corona, sejalan dengan peningkatan signifikan jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia.
Pekan ini, jumlah kasus Covid-19 di Amerika Serikat (AS) sudah 6,17 juta, Brazil 3,96 juta, India, 3,77 juta dan Rusia satu juta. Kecenderungan yang diperlihatkan oleh data sementara ini sudah cukup menggambarkan tingginya permintaan akan bahan baku vaksin. Lagi pula, tak dapat dipungkiri bahwa durasi pandemi Covid-19 yang berkepanjangan menyebabkan permintaan dan penawaran akan vaksin corona menjadi tidak berimbang. Dengan asumsi bahwa 7,8 miliar warga bumi harus divaksinasi, volume kebutuhannya jelas sangat besar.

Namun, saat ini, kapasitas produksi pada tingkat global pun masih sangat terbatas. Dengan begitu, sangat jelas bahwa tingginya permintaan dunia akan bahan baku vaksin Corona bersifat sangat mendesak, sehingga pemerintah Indonesia memang perlu bergerak cepat.

Untuk vaksinasi kepada 160 hingga 190 juta penduduk, pemerintah harus mengalokasikan pembiayaan sekitar Rp 66 triliun. Perhitungan sementara mengindikasikan bahwa untuk dua kali vaksinasi per orang, biayanya sekitar Rp 440.448. Maka, kebijakan sementara yang dirancang pemerintah adalah tidak semua penduduk mendapatkan vaksin gratis.

Menurut Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Erick Thohir, hanya 93 juta penduduk Indonesia yang akan mendapatkan vaksinasi virus corona tanpa bayar. Puluhan juta warga itu dinilai sangat membutuhkan vaksin, dan kriterianya mengacu pada data keanggotaan di BPJS Kesehatan.

Diasumsikan saja bahwa rancangan kebijakan itu belum difinalkan, sehingga pemerintah perlu mempertimbangkan masukan dari pihak lain. Telah disebutkan sebelumnya bahwa virus Corona akan berdampingan dengan kehidupan manusia, termasuk seluruh masyarakat Indonesia, untuk waktu yang lama, bahkan durasinya belum bisa dihitung.

Sejumlah penelitian di tahun-tahun terdahulu sudah mengindikasikan bahwa munculnya sejumlah virus yang mengganggu kesehatan manusia bersumber dari kegiatan manusia merusak keseimbangan alam. Kegiatan merambah hutan yang marak memungkinkan patogen atau mikroorganisme parasit pada beragam satwa liar berpindah ke manusia. Mikroorganisme parasit itulah yang menjadi penyebab atau sumber beragam penyeakit.

Rusaknya keseimbangan alam juga disebabkan ulah manusia modern melakukan pencemaran. Salah satu contoh korban pencemaran adalah berita kematian ikan paus jenis Sperm wale sepanjang 9,6 meter yang terdampar di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada November 2018. Dari dalam perut ikan paus itu, tersimpan sampah plastik seberat 5,9 kg. Kasus serupa ditemukan di berbagai belahan dunia dan itu semua sudah cukup jelas menggambarkan tingginya derajat pencemaran di laut.
Pencemaran tak terhindarkan karena semua sampah plastik terurai menjadi butiran kecil, untuk kemudian masuk ke tubuh manusia melalui air minum, makanan laut dan garam. Berdasarkan catatan dan data historis itu, serta mengacu pada kerusakan ekologis yang kini semakin parah, para ahli berpendapat bahwa pandemi Covid-19 akibat wabah mengglobal virus Corona (SARS-CoV-2) bukanlah yang terakhir. Virus-virus baru yang mengganggu kesehatan manusia berpotensi muncul lagi di kemudian hari sebagai reaksi bumi akibat ketidakseimbangan alam semesta. Maka, negara harus terus berupaya dan berinvestasi untuk menjaga dan meningkatkan imunitas generasi anak-cucu. Penulis, Ketua MPR RI, Bambang Soestyo.

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Peristiwa, Pemerintahan, Politik, Opini, MPR RI, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/