Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
17 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
2
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
18 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
3
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
17 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
4
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
18 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
5
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
19 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
6
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah
Olahraga
17 jam yang lalu
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah

Hasil Riset, 92 Persen Malware Menyusup Melalui Jalan Ini

Hasil Riset, 92 Persen Malware Menyusup Melalui Jalan Ini
Ilustrasi. (suara.com)
Rabu, 04 Desember 2019 10:32 WIB
JAKARTA - Peretas keamanan siber menyusupkan malware kepada target mereka melalui surat elektronik atau email. Persentasenya mencapai 92 persen.

Dikutip dari suara.com, demikian hasil riset Trend Micro Indonesia yang diungkapkan Country Manager Trend Micro Indonesia Laksana Budiwiyono dalam sebuah acara di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, pada Selasa (3/12/2019).

''Fenomena serangan melalui email, 92 persen terjadi gara-gara mengklik tautan di email. Delapan persen sisanya dari faktor eksternal, misalnya colokan USB yang sudah terinfeksi virus,'' terang Laksana.

Meski cara ini terdengar klasik, namun pada kenyataannya masyarakat Indonesia masih kerap terkena jebakan ini karena iming-iming hadiah yang ditawarkan dalam email tersebut.

''Indonesia nomor 2 yang paling banyak mengklik tautan di email yang sudah terinfeksi malware,'' imbuhnya.

Ketika pemilik email membuka tautan tersebut, ia akan langsung terhubung dan membuka laman atau aplikasi tertentu yang sebenarnya merupakan kamuflase dari malware.

''Setelah malware masuk, data pengguna akan terenkripsi. Kalau sudah begini, saya pikir semua konsultan keamanan (siber) tidak akan sanggup untuk memecahkan kode enkripsi tersebut,'' ujar Laksana.

Jika data pengguna sudah terenkripsi, lanjut Laksana, biasanya peretas memeras atau meminta tebusan kepada pemilik data untuk membuka enkripsi data yang sudah diretas.

Parahnya, aksi peretasan ini seakan sudah terorganisir dan dalam beberapa kasus, ada beberapa pihak yang menawarkan jasa pembajakan.

''Kalau mau bertindak kejahatan siber, ternyata itu ada penyedia jasanya. Ada tawaran untuk menciptakan serangan siber di dunia pasar gelap,'' pungkasnya.***

Editor:hasan b
Sumber:suara.com
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/